Entah sudah berapa ratus kali dirinya mendengarkan kedua orang tuanya
ribut hanya karena masalah yang sama. Dan entah sudah berapa ratus kali juga
dirinya dijadikan pelampiasaan kedua orang tuanya, entah itu pukulan atau kata-kata
kotor yang terlontarkan. Hidupnya berantakkan, ia merasa bahwa dirinya lahir di
keluarga yang salah. Itu semua telah membuat dirinya lelah untuk tetap berada
di kehidupan yang seperti itu. Alex namanya, wakil ahli waris tunggal dari
keluarga Soeputro. Pemilik perusahaan minyak terbesar di Asia Tenggara.
Kehidupan yang serba berkelimpahan itulah yang membuatnya merasa terasingkan
dari kasih sayang kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya cukup berpikir
dengan uang Alex pun pasti sudah bahagia padahal jauh dalam diri Alex, ia
benar-benar enggan dengan kalimat tersebut…
“Stop! Sampai kapan kalian ingin terus ribut seperti itu? Kalian
berdua sudah seperti kucing dan tikus yang siap membunuh satu sama lain..”
tandas Alex. Kedua orang tuanya hanya menatap Alex rendah kemudian berdecak
kesal..
“Jangan bergurau lex, ini semua salah papamu. Dia tidak pernah
pengertian, ia seperti anak kecil. Lagipula untuk apa kamu mengurusi kami
berdua? Urusi saja kehidupanmu yang berantakkan itu...”
“Hidupku berantakkan juga karena kalian berdua!”
“Jangan pernah berteriak seperti itu di hadapanku, kamu pikir kamu
siapa? Kamu tidak bisa apa-apa kalau aku tidak memberimu uang setiap harinya.
Anak yang menjijikkan tidak tahu terimakasih...”
“Jadi aku menjijikan di mata kalian berdua? Baiklah kalau begitu aku
akan pergi dari sini! Terimakasih atas segala caci-maki dan pukulan yang setiap
hari kau berikan padaku dan masalah uangmu...sebenarnya aku tidak pernah
membutuhkan itu semua, uangmu tidak berbeda jauh dengan sampah di luar sana”
“Jangan pernah kembali ke rumahku lagi, karena sesungguhnya aku tidak
pernah menginginkan keberadaanmu di dunia ini sejak dulu” balas ayahnya yang
bernama Adam..
“Baiklah, karena aku juga tidak ingin kembali kesini lagi. Rumah ini
seperti neraka bagiku” balas Alex kemudian beranjak pergi dari rumah tersebut.
**
Alex terus berjalan
mengikuti kemana kakinya ingin melangkah kalau dirinya boleh meminta, ia ingin
mati saat itu juga. Hidupnya sudah tidak berarti lagi, hidupnya terlalu penuh
dengan omong kosong. Kedua orang tuanya pun tidak pernah menginginkan
keberadaannya, jadi untuk apa dia hidup. Alex teringat akan apartemen yang
pernah ia beli dulu dengan uang tabungannya, dengan cepat Alex pergi kesana
menggunakan taxi.
Setibanya Alex di apartemennya,
dirinya hendak ingin menaikki lift namun langkahnya terhenti saat ada seorang
perempuan berbicara padanya..
“Lari dari masalah bukan jalan keluar yang baik..” ujar perempuan
tersebut. Perempuan itu menunduk dan terus membaca buku tebalnya, Alex hanya
mengerutkan keningnya heran.
“Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku”
“Hadapi masalahmu dengan hati yang tenang dan berkepala dingin, kamu
pasti bisa mengatasinya”
“Berhenti bicara, karena kamu tidak kenal denganku dan tidak tahu
permasalahanku. Perempuan aneh..” ujar Alex kemudian menaikki liftnya.
Perempuan itu mendongakkan kepalanya kemudian mengulum bibirnya menjadi sebuah
senyuman yang manis..
**
Semalaman penuh Alex
meminum minuman keras tanpa mengenal lelah kemudian menghisap rokoknya tanpa
henti, membiarkan pikirannya dibawa melayang dengan setiap asap yang berhembus
dari mulutnya. Dan beberapa bungkus obat-obatan terlarang tergeletak
dimana-mana dan ada banyak suntikkan bekas. Semalaman itu ia habiskan untuk
membuat dirinya lupa dari masalah kedua orang tuanya. Namun setiap ia ingin
melakukan hal buruk tersebut, kalimat perempuan disudut ruangan itu terus
terngiang di otaknya bagaikan lampu merah untuk melarang dirinya melanjutkan
hal tersebut. Namun rasa dendam dan sakit itu membuat Alex terus melanjutkan
perbuatan buruknya..
**
Pagi-pagi sekali Alex keluar dari
apartemennya untuk membeli beberapa minuman keras lagi, karena persediannya
telah habis. Saat dirinya keluar dari lift, dirinya menemukan kembali perempuan
itu sedang duduk di sudut ruangan tersebut dan masih membaca bukunya dengan
begitu teliti..
“Mau pergi membeli minuman-minuman tidak berguna itu? Tidak ada
gunanya, hanya membuang uangmu saja...”
“Sebenarnya kau siapa sih?”
“Mempunyai masalah bukan berarti harus melakukan hal buruk seperti
itu, sampai harus menggunakan narkoba”
“Darimana kau tahu itu semua?” tanya Alex mulai panas dengan setiap
kalimat yang di lontarkan oleh perempuan tersebut. Alex duduk tepat disebelah
perempuan itu namun perempuan itu tetap membaca buku tanpa menggubris
keberadaan Alex disampingnya. Sepersekian detik berikutnya perempuan tersebut
berdiri kemudian mengambil langkah untuk pergi, sebelum melangkah perempuan
tersebut sempat melemparkan senyum pada Alex. Dan saat itu juga Alex berpikir
bahwa perempuan itu adalah perempuan paling cantik yang pernah ia temui.
Sungguh berbeda. Tatapannya begitu tajam dan dalam namun memberi kesan lembut,
senyum simpulnya mampu membuat siapa saja yang melihatnya tidak akan pernah
bosan. Dan didalam matanya ada binar-binar yang tidak mampu Alex jelaskan
secara terperinci.
“Senang bisa bertemu denganmu, lex.” ujar perempuan tersebut kemudian
melangkah pergi. Alex dibuat heran oleh perempuan tersebut. Alex menarik
nafasnya dalam-dalam dan ia sadar bahwa sikapnya sudah keluar dari batas
normal, dengan langkah gontai Alex kembali ke kamar apartemennya dan
membereskan semua hal yang berantakkan.
Perempuan itu sebenarnya siapa dan mengapa ia mengetahui namaku, batin
Alex.
**
Malam mulai
menyelimuti daerah sekitar, lampu-lampu di setiap ruas jalan mulai menyala
menerangi setiap ruas jalan tersebut dan tetap memberi kesan yang indah. Alex
baru saja menghabiskan waktu sorenya dengan berjalan kaki disekitar daerah
tersebut, hanya untuk mencari udara dan merileksasikan dirinya sesaat.
Sesampainya ia di apartemen entah mengapa Alex memilih untuk duduk di sudut
ruangan yang biasanya perempuan itu tempati. Alex mengerutkan keningnya heran,
karena biasanya setiap ia lewati koridor tersebut pasti Alex mendapati
perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan namun kini perempuan itu tidak ada
disana. Alex duduk di sudut tersebut sambil menopangkan wajahnya di kedua
tangannya dan menunduk. Selang beberapa menit ada sebuah tangan yang menepuk
bahunya pelan…
“Tumben duduk disini.” Alex mendongakkan kepalanya dan mendapati
perempuan itu duduk disampingnya, kemudian Alex tersenyum ramah pada dirinya.
“Aku ingin bertemu denganmu”
“Ada keperluan apa?”
“Sekedar mengobrol?”
“Baiklah, aku senang karena kamu ingin mengobrol denganku”
“Kalau aku boleh tahu darimana kamu mengetahui namaku?”
“Dari sebuah buku mungkin?” tanya perempuan tersebut dengan nada
bergurau.
“Kau lucu, aku serius.”
“Bagaimana kalau aku juga serius?”
“Baiklah, kau cukup aneh”
“Jadi…kamu kapan akan kembali ke rumahmu?”
“Rumah? Rumahku disini”
“Jangan berbohong, kamu mempunyai tempat tinggal bersama kedua orang
tuamu”
“Untuk apa aku pulang kalau pada akhirnya aku hanya dijadikan sebagai
tempat pelampiasan amarah mereka? Itu semua hanya membuatku lelah, aku ingin
mempunyai keluarga yang harmonis.”
“Mengapa kamu tidak merubahnya?”
“Bagaimana bisa?”
“Kamu sadar bahwa keluargamu berantakkan dan kamu satu-satunya orang
dalam keluarga itu yang mungkin masih mempunyai akal sehat untuk memikirkan
semua hal itu dengan jernih. Jadi kenapa bukan kamu yang memulainya agar
terjadi sebuah perubahan dalam keluargamu?”
“kalimat mudahnya adalah kamu menjadi setitik bintang kecil yang akan
menerangi keluargamu yang cukup gelap”
“Tapi aku tidak mengetahui caranya”
“Sebelumnya kamu harus bisa memaafkan dirimu dan masa lalumu terlebih
dahulu untuk bisa memulai suatu perubahan. Kalau kita tidak bisa merubah cara
hidup dan memaafkan diri kita sendiri bagaimana kita bisa merubah hidup mereka
yang mungkin lebih parah dari kita. Bukan begitu?”
“Kalimatmu terlalu benar, tapi aku sudah cukup lelah dengan hidupku
yang pahit ini”
“Ini namanya hidup, tidak selamanya menjadi manis. kalau kita tidak
merasakan pahitnya hidup darimana kita akan mendapatkan pelajaran dan
pengalaman di kelak nanti?”
“Dan saranku jika kamu mempunyai masalah jangan larikan dirimu kepada
hal-hal yang negative. Untuk apa menambah kerusakkan hidupmu, hanya memperberat
bebanmu. Cukup berdoa, serahkan semuanya pada yang di Atas dan melakukan hal
positive untuk terus menyemangati perjalananmu hidupmu” sambung perempuan
tersebut.
“ketika masalah datang pada hidupmu, kamu harus bisa menatapnya dengan
mata terbuka. Karena sejauh apapun kita berlari dan mencari persinggahan untuk
mengumpat, itu hanya memperburuk masalah. Selama kerusakkan itu masih bisa
diperbaikki kenapa tidak dicoba untuk diperbaikki. Jangan pernah membiarkan
penyesalan yang menjadi penutup cerita hidupmu. Ketika kamu berpikir bahwa kamu
sendirian, ingatlah bukan hanya kamu yang pernah berada di posisi tersebut
bahkan di luar sana ada yang lebih parah darimu. Tuhan tidak pernah tidur dan
membiarkan anaknya menjalankan kerasnya hidup sendirian…”
“Apakah aku sudah terlambat jika aku baru memulainya sekarang?” tanya
Alex yang kini mulai terisak dan kembali menunduk.
“Tidak pernah terlambat untuk memperbaikkinya, asalkan kamu tetap
berjuang” balas perempuan tersebut kemudian merangkul Alex
“Aku sudah menemanimu mengobrol selama tiga puluh menit, aku berharap
kalimatku akan berguna untukmu. Senang bisa mengobrol denganmu Alex, jaga dirimu
baik-baik yaa, sampai jumpa” Disaat air mata Alex berhenti mengalir dan dirinya
sudah sedikit tenang dari isak tangisnya, Alex menyadari bahwa perempuan
tersebut sudah tidak ada disampingnya lagi. Alex menghembuskan nafasnya dengan
kecewa karena perempuan itu begitu mudah untuk menghilang. Alex kembali ke
kamarnya dan mulai beristirahat, lebih tepatnya mencerna lebih dalam lagi
kalimat yang di lontarkan perempuan tersebut. Dan sampai saat ini Alex belum
mengetahui nama perempuan tersebut, dan hal itu terus menghantui Alex.
**
Alex terbangun dari
tidur nyenyaknya saat matahari sudah begitu terang, dengan cepat Alex mandi dan
bersiap-siap. Saat dirinya selesai, Alex langsung mengambil langkah besar
menuju koridor—lebih tepatnya sudut ruangan yang selalu mempertemukan dirinya
dengan perempuan misterius tersebut. Saat Alex tiba di koridor tersebut ia
hanya mendapati sebuah kursi panjang yang kosong, tanpa perempuan misterius
tersebut. Alex duduk di tempat duduk tersebut dan mulai gelisah mencari-cari
perempuan tersebut. Disebelahnya terdapat sebuah buku dan buku tersebut mampu
mengalihkan perhatian Alex yang sedari tadi terfokus pada perempuan misterius
itu. Alex membuka buku tersebut dan mendapati foto dirinya tertempel didalam
sana, Alex mengerutkan keningnya bingung. Kemudian membuka halaman selanjutnya
dan mendapati cerita kehidupannya disana. Ini semua begitu abstrak bagi
dirinya, tiba-tiba Alex berniat menanyakan keberadaan perempuan misterius
tersebut pada orang sekitar. Saat Alex tengah asik membaca buku itu tiba-tiba
ada seorang office boy sedang membersihkan koridor tersebut. Entah mengapa Alex
yakin sekali untuk menanyakan hal tersebut pada OB itu..
“Maaf pak, menganggu waktu bapak. Apakah bapak mengetahui siapa
perempuan yang sering duduk di sudut ruangan tersebut?”
“Sudut ruangan….perempuan….siapa?”
“Entahlah, saya tidak begitu mengenalnya. Perawakannya perempuan itu
berambut panjang, putih, senyumnya manis, dan dia sering membaca buku di sudut
itu”
“Nona Angela maksud mas?”
“Angela…”
“Iya, nona Angela. Ia anak dari pemilik sah apartemen ini, dan setiap
kali berkunjung kesini untuk menemani ayahnya bekerja pasti ia menghabiskan
waktunya duduk di sudut ruangan itu sambil membaca buku. Buku yang sedang mas
pegang itu, yang sering nona Angela baca. Saya ingat betul, namun sayang…satu
bulan yang lalu ia meninggal karena di racuni oleh ibunya sendiri”
“Meninggal? Tidak pasti bapak bercanda, tadi malam saya baru saja
mengobrol dengan Angela di sudut ruangan itu”
“Jangan melucu mas, nona Angela sudah meninggal…” balas OB tersebut
yang mulai bergidik merinding. Alex mulai frustasi dengan semua peristiwa yang
menimpa dirinya, tidak mungkin ia mengobrol dengan orang yang sudah meninggal…
Saat Alex masih terpaku dengan pikiran yang tidak menemukan jawaban
itu Alex melirik ke sudut ruangan tersebut sekali lagi, dan Alex mendapati
sosok Angela sedang berdiri manis disana dengan senyumnya yang terus terukir di
bibir merah mudanya…
“Itu Angela, ia ada disana…” ujar Alex.
“Tidak ada mas, disana kosong. Mas jangan membuat saya takut.”
“Tidak, saya serius...” balas Alex. Selang beberapa detik kemudian
sosok Angela sudah menghilang. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan menyadari
bahwa Angela memang benar-benar sudah tidak ada. Alex kembali duduk di sudut
ruangan tersebut seraya memeluk buku yang sering Angela baca dengan erat..
“Terimakasih untuk waktu tiga puluh menitmu yang begitu berharga
untukku, kalimatmu telah menyadarkanku. Terimakasih banyak Angela…”
**
Satu tahun kemudian….
Alex mengunjungi
kuburan Angela, yang alamatnya ia dapat dari ayahnya. Alex membawa kedua orang
tuanya juga. Alex meletakkan serangkaian bunga di tempat peristirahatan Angela…
“Angela, ini aku Alex. Seseorang yang pernah kamu ubahkan hidupnya,
kita bertemu di sudut ruangan sebuah koridor apartemen milik ayahmu. Pasti kamu
tahu. Aku kesini ingin mengucapkan terimasih karena kamu berhasil mengubah cara
pola pikirku yang sangat pendek, dan aku ingin memberitahumu bahwa kini aku
sudah kembali pada kedua orang tuaku. Dan kamu tahu apa? Aku berhasil
mengubahkan mereka, kini mereka tidak pernah ribut lagi. Kini aku mempunyai
keluarga yang begitu harmonis, dan ini berkatmu. Terimakasih banyak Angela…”
ujar Alex kemudian menghapus air matanya. Kedua orang tua Alex tersenyum
kemudian memeluk Alex…
-TAMAT-
Akhirnya di
post juga:’))) maaf kalau ceritanya masih banyak kekurangan, kritik/saran pasti
diterima dengan senang hati. Terimakasih sudah menyempati waktunya untuk
membaca ceritanya!! :)
Waktu SMA, saya dulu suka nulis cerpen lepas di majalah remaja, rajin juga nulis cerpen di mading sekolah. Saya nilai: dari segi 'membangun emosi' dengan pembaca sudah bagus, ada 'nyawa'. Tamabahan: sebaiknya tiap paragraf diberi 'judul' berisi kutipan pendek mengenai plot (puncak konflik) yg ada pada paragraf itu sendiri, gunanya adalah mengundang pembaca untuk terus 'melahap' setiap paragraf berikutnya. Menulis cerpen juga ada seni marketingnya. salam sukses ..
BalasHapusWalah penjual keripik sering buka blog saya ya. jadi malu. terimakasih banyak atas sarannya :) sukses!
BalasHapus