Jumat, 12 April 2013

Cukup Tiga Puluh Menit


Entah sudah berapa ratus kali dirinya mendengarkan kedua orang tuanya ribut hanya karena masalah yang sama. Dan entah sudah berapa ratus kali juga dirinya dijadikan pelampiasaan kedua orang tuanya, entah itu pukulan atau kata-kata kotor yang terlontarkan. Hidupnya berantakkan, ia merasa bahwa dirinya lahir di keluarga yang salah. Itu semua telah membuat dirinya lelah untuk tetap berada di kehidupan yang seperti itu. Alex namanya, wakil ahli waris tunggal dari keluarga Soeputro. Pemilik perusahaan minyak terbesar di Asia Tenggara. Kehidupan yang serba berkelimpahan itulah yang membuatnya merasa terasingkan dari kasih sayang kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya cukup berpikir dengan uang Alex pun pasti sudah bahagia padahal jauh dalam diri Alex, ia benar-benar enggan dengan kalimat tersebut…
“Stop! Sampai kapan kalian ingin terus ribut seperti itu? Kalian berdua sudah seperti kucing dan tikus yang siap membunuh satu sama lain..” tandas Alex. Kedua orang tuanya hanya menatap Alex rendah kemudian berdecak kesal..
“Jangan bergurau lex, ini semua salah papamu. Dia tidak pernah pengertian, ia seperti anak kecil. Lagipula untuk apa kamu mengurusi kami berdua? Urusi saja kehidupanmu yang berantakkan itu...”
“Hidupku berantakkan juga karena kalian berdua!”
“Jangan pernah berteriak seperti itu di hadapanku, kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa apa-apa kalau aku tidak memberimu uang setiap harinya. Anak yang menjijikkan tidak tahu terimakasih...”
“Jadi aku menjijikan di mata kalian berdua? Baiklah kalau begitu aku akan pergi dari sini! Terimakasih atas segala caci-maki dan pukulan yang setiap hari kau berikan padaku dan masalah uangmu...sebenarnya aku tidak pernah membutuhkan itu semua, uangmu tidak berbeda jauh dengan sampah di luar sana”
“Jangan pernah kembali ke rumahku lagi, karena sesungguhnya aku tidak pernah menginginkan keberadaanmu di dunia ini sejak dulu” balas ayahnya yang bernama Adam..
“Baiklah, karena aku juga tidak ingin kembali kesini lagi. Rumah ini seperti neraka bagiku” balas Alex kemudian beranjak pergi dari rumah tersebut.





**



Alex terus berjalan mengikuti kemana kakinya ingin melangkah kalau dirinya boleh meminta, ia ingin mati saat itu juga. Hidupnya sudah tidak berarti lagi, hidupnya terlalu penuh dengan omong kosong. Kedua orang tuanya pun tidak pernah menginginkan keberadaannya, jadi untuk apa dia hidup. Alex teringat akan apartemen yang pernah ia beli dulu dengan uang tabungannya, dengan cepat Alex pergi kesana menggunakan taxi.

         
Setibanya Alex di apartemennya, dirinya hendak ingin menaikki lift namun langkahnya terhenti saat ada seorang perempuan berbicara padanya..
“Lari dari masalah bukan jalan keluar yang baik..” ujar perempuan tersebut. Perempuan itu menunduk dan terus membaca buku tebalnya, Alex hanya mengerutkan keningnya heran.
“Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku”
“Hadapi masalahmu dengan hati yang tenang dan berkepala dingin, kamu pasti bisa mengatasinya”
“Berhenti bicara, karena kamu tidak kenal denganku dan tidak tahu permasalahanku. Perempuan aneh..” ujar Alex kemudian menaikki liftnya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya kemudian mengulum bibirnya menjadi sebuah senyuman yang manis..




**



Semalaman penuh Alex meminum minuman keras tanpa mengenal lelah kemudian menghisap rokoknya tanpa henti, membiarkan pikirannya dibawa melayang dengan setiap asap yang berhembus dari mulutnya. Dan beberapa bungkus obat-obatan terlarang tergeletak dimana-mana dan ada banyak suntikkan bekas. Semalaman itu ia habiskan untuk membuat dirinya lupa dari masalah kedua orang tuanya. Namun setiap ia ingin melakukan hal buruk tersebut, kalimat perempuan disudut ruangan itu terus terngiang di otaknya bagaikan lampu merah untuk melarang dirinya melanjutkan hal tersebut. Namun rasa dendam dan sakit itu membuat Alex terus melanjutkan perbuatan buruknya..




**



Pagi-pagi sekali Alex keluar dari apartemennya untuk membeli beberapa minuman keras lagi, karena persediannya telah habis. Saat dirinya keluar dari lift, dirinya menemukan kembali perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan tersebut dan masih membaca bukunya dengan begitu teliti..
“Mau pergi membeli minuman-minuman tidak berguna itu? Tidak ada gunanya, hanya membuang uangmu saja...”
“Sebenarnya kau siapa sih?”
“Mempunyai masalah bukan berarti harus melakukan hal buruk seperti itu, sampai harus menggunakan narkoba”
“Darimana kau tahu itu semua?” tanya Alex mulai panas dengan setiap kalimat yang di lontarkan oleh perempuan tersebut. Alex duduk tepat disebelah perempuan itu namun perempuan itu tetap membaca buku tanpa menggubris keberadaan Alex disampingnya. Sepersekian detik berikutnya perempuan tersebut berdiri kemudian mengambil langkah untuk pergi, sebelum melangkah perempuan tersebut sempat melemparkan senyum pada Alex. Dan saat itu juga Alex berpikir bahwa perempuan itu adalah perempuan paling cantik yang pernah ia temui. Sungguh berbeda. Tatapannya begitu tajam dan dalam namun memberi kesan lembut, senyum simpulnya mampu membuat siapa saja yang melihatnya tidak akan pernah bosan. Dan didalam matanya ada binar-binar yang tidak mampu Alex jelaskan secara terperinci.
“Senang bisa bertemu denganmu, lex.” ujar perempuan tersebut kemudian melangkah pergi. Alex dibuat heran oleh perempuan tersebut. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan ia sadar bahwa sikapnya sudah keluar dari batas normal, dengan langkah gontai Alex kembali ke kamar apartemennya dan membereskan semua hal yang berantakkan.

Perempuan itu sebenarnya siapa dan mengapa ia mengetahui namaku, batin Alex.




**



Malam mulai menyelimuti daerah sekitar, lampu-lampu di setiap ruas jalan mulai menyala menerangi setiap ruas jalan tersebut dan tetap memberi kesan yang indah. Alex baru saja menghabiskan waktu sorenya dengan berjalan kaki disekitar daerah tersebut, hanya untuk mencari udara dan merileksasikan dirinya sesaat. Sesampainya ia di apartemen entah mengapa Alex memilih untuk duduk di sudut ruangan yang biasanya perempuan itu tempati. Alex mengerutkan keningnya heran, karena biasanya setiap ia lewati koridor tersebut pasti Alex mendapati perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan namun kini perempuan itu tidak ada disana. Alex duduk di sudut tersebut sambil menopangkan wajahnya di kedua tangannya dan menunduk. Selang beberapa menit ada sebuah tangan yang menepuk bahunya pelan…
“Tumben duduk disini.” Alex mendongakkan kepalanya dan mendapati perempuan itu duduk disampingnya, kemudian Alex tersenyum ramah pada dirinya.
“Aku ingin bertemu denganmu”
“Ada keperluan apa?”
“Sekedar mengobrol?”
“Baiklah, aku senang karena kamu ingin mengobrol denganku”
“Kalau aku boleh tahu darimana kamu mengetahui namaku?”
“Dari sebuah buku mungkin?” tanya perempuan tersebut dengan nada bergurau.
“Kau lucu, aku serius.”
“Bagaimana kalau aku juga serius?”
“Baiklah, kau cukup aneh”
“Jadi…kamu kapan akan kembali ke rumahmu?”
“Rumah? Rumahku disini”
“Jangan berbohong, kamu mempunyai tempat tinggal bersama kedua orang tuamu”
“Untuk apa aku pulang kalau pada akhirnya aku hanya dijadikan sebagai tempat pelampiasan amarah mereka? Itu semua hanya membuatku lelah, aku ingin mempunyai keluarga yang harmonis.”
“Mengapa kamu tidak merubahnya?”
“Bagaimana bisa?”
“Kamu sadar bahwa keluargamu berantakkan dan kamu satu-satunya orang dalam keluarga itu yang mungkin masih mempunyai akal sehat untuk memikirkan semua hal itu dengan jernih. Jadi kenapa bukan kamu yang memulainya agar terjadi sebuah perubahan dalam keluargamu?”
“kalimat mudahnya adalah kamu menjadi setitik bintang kecil yang akan menerangi keluargamu yang cukup gelap”
“Tapi aku tidak mengetahui caranya”
“Sebelumnya kamu harus bisa memaafkan dirimu dan masa lalumu terlebih dahulu untuk bisa memulai suatu perubahan. Kalau kita tidak bisa merubah cara hidup dan memaafkan diri kita sendiri bagaimana kita bisa merubah hidup mereka yang mungkin lebih parah dari kita. Bukan begitu?”
“Kalimatmu terlalu benar, tapi aku sudah cukup lelah dengan hidupku yang pahit ini”
“Ini namanya hidup, tidak selamanya menjadi manis. kalau kita tidak merasakan pahitnya hidup darimana kita akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman di kelak nanti?”
“Dan saranku jika kamu mempunyai masalah jangan larikan dirimu kepada hal-hal yang negative. Untuk apa menambah kerusakkan hidupmu, hanya memperberat bebanmu. Cukup berdoa, serahkan semuanya pada yang di Atas dan melakukan hal positive untuk terus menyemangati perjalananmu hidupmu” sambung perempuan tersebut.
“ketika masalah datang pada hidupmu, kamu harus bisa menatapnya dengan mata terbuka. Karena sejauh apapun kita berlari dan mencari persinggahan untuk mengumpat, itu hanya memperburuk masalah. Selama kerusakkan itu masih bisa diperbaikki kenapa tidak dicoba untuk diperbaikki. Jangan pernah membiarkan penyesalan yang menjadi penutup cerita hidupmu. Ketika kamu berpikir bahwa kamu sendirian, ingatlah bukan hanya kamu yang pernah berada di posisi tersebut bahkan di luar sana ada yang lebih parah darimu. Tuhan tidak pernah tidur dan membiarkan anaknya menjalankan kerasnya hidup sendirian…”
“Apakah aku sudah terlambat jika aku baru memulainya sekarang?” tanya Alex yang kini mulai terisak dan kembali menunduk.
“Tidak pernah terlambat untuk memperbaikkinya, asalkan kamu tetap berjuang” balas perempuan tersebut kemudian merangkul Alex
“Aku sudah menemanimu mengobrol selama tiga puluh menit, aku berharap kalimatku akan berguna untukmu. Senang bisa mengobrol denganmu Alex, jaga dirimu baik-baik yaa, sampai jumpa” Disaat air mata Alex berhenti mengalir dan dirinya sudah sedikit tenang dari isak tangisnya, Alex menyadari bahwa perempuan tersebut sudah tidak ada disampingnya lagi. Alex menghembuskan nafasnya dengan kecewa karena perempuan itu begitu mudah untuk menghilang. Alex kembali ke kamarnya dan mulai beristirahat, lebih tepatnya mencerna lebih dalam lagi kalimat yang di lontarkan perempuan tersebut. Dan sampai saat ini Alex belum mengetahui nama perempuan tersebut, dan hal itu terus menghantui Alex.



**



Alex terbangun dari tidur nyenyaknya saat matahari sudah begitu terang, dengan cepat Alex mandi dan bersiap-siap. Saat dirinya selesai, Alex langsung mengambil langkah besar menuju koridor—lebih tepatnya sudut ruangan yang selalu mempertemukan dirinya dengan perempuan misterius tersebut. Saat Alex tiba di koridor tersebut ia hanya mendapati sebuah kursi panjang yang kosong, tanpa perempuan misterius tersebut. Alex duduk di tempat duduk tersebut dan mulai gelisah mencari-cari perempuan tersebut. Disebelahnya terdapat sebuah buku dan buku tersebut mampu mengalihkan perhatian Alex yang sedari tadi terfokus pada perempuan misterius itu. Alex membuka buku tersebut dan mendapati foto dirinya tertempel didalam sana, Alex mengerutkan keningnya bingung. Kemudian membuka halaman selanjutnya dan mendapati cerita kehidupannya disana. Ini semua begitu abstrak bagi dirinya, tiba-tiba Alex berniat menanyakan keberadaan perempuan misterius tersebut pada orang sekitar. Saat Alex tengah asik membaca buku itu tiba-tiba ada seorang office boy sedang membersihkan koridor tersebut. Entah mengapa Alex yakin sekali untuk menanyakan hal tersebut pada OB itu..
“Maaf pak, menganggu waktu bapak. Apakah bapak mengetahui siapa perempuan yang sering duduk di sudut ruangan tersebut?”
“Sudut ruangan….perempuan….siapa?”
“Entahlah, saya tidak begitu mengenalnya. Perawakannya perempuan itu berambut panjang, putih, senyumnya manis, dan dia sering membaca buku di sudut itu”
“Nona Angela maksud mas?”
“Angela…”
“Iya, nona Angela. Ia anak dari pemilik sah apartemen ini, dan setiap kali berkunjung kesini untuk menemani ayahnya bekerja pasti ia menghabiskan waktunya duduk di sudut ruangan itu sambil membaca buku. Buku yang sedang mas pegang itu, yang sering nona Angela baca. Saya ingat betul, namun sayang…satu bulan yang lalu ia meninggal karena di racuni oleh ibunya sendiri”
“Meninggal? Tidak pasti bapak bercanda, tadi malam saya baru saja mengobrol dengan Angela di sudut ruangan itu”
“Jangan melucu mas, nona Angela sudah meninggal…” balas OB tersebut yang mulai bergidik merinding. Alex mulai frustasi dengan semua peristiwa yang menimpa dirinya, tidak mungkin ia mengobrol dengan orang yang sudah meninggal…

Saat Alex masih terpaku dengan pikiran yang tidak menemukan jawaban itu Alex melirik ke sudut ruangan tersebut sekali lagi, dan Alex mendapati sosok Angela sedang berdiri manis disana dengan senyumnya yang terus terukir di bibir merah mudanya…
“Itu Angela, ia ada disana…” ujar Alex.
“Tidak ada mas, disana kosong. Mas jangan membuat saya takut.”
“Tidak, saya serius...” balas Alex. Selang beberapa detik kemudian sosok Angela sudah menghilang. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan menyadari bahwa Angela memang benar-benar sudah tidak ada. Alex kembali duduk di sudut ruangan tersebut seraya memeluk buku yang sering Angela baca dengan erat..
“Terimakasih untuk waktu tiga puluh menitmu yang begitu berharga untukku, kalimatmu telah menyadarkanku. Terimakasih banyak Angela…”



**



Satu tahun kemudian….




Alex mengunjungi kuburan Angela, yang alamatnya ia dapat dari ayahnya. Alex membawa kedua orang tuanya juga. Alex meletakkan serangkaian bunga di tempat peristirahatan Angela…
“Angela, ini aku Alex. Seseorang yang pernah kamu ubahkan hidupnya, kita bertemu di sudut ruangan sebuah koridor apartemen milik ayahmu. Pasti kamu tahu. Aku kesini ingin mengucapkan terimasih karena kamu berhasil mengubah cara pola pikirku yang sangat pendek, dan aku ingin memberitahumu bahwa kini aku sudah kembali pada kedua orang tuaku. Dan kamu tahu apa? Aku berhasil mengubahkan mereka, kini mereka tidak pernah ribut lagi. Kini aku mempunyai keluarga yang begitu harmonis, dan ini berkatmu. Terimakasih banyak Angela…” ujar Alex kemudian menghapus air matanya. Kedua orang tua Alex tersenyum kemudian memeluk Alex…








-TAMAT-





           

Akhirnya di post juga:’))) maaf kalau ceritanya masih banyak kekurangan, kritik/saran pasti diterima dengan senang hati. Terimakasih sudah menyempati waktunya untuk membaca ceritanya!! :)



2 komentar:

  1. Waktu SMA, saya dulu suka nulis cerpen lepas di majalah remaja, rajin juga nulis cerpen di mading sekolah. Saya nilai: dari segi 'membangun emosi' dengan pembaca sudah bagus, ada 'nyawa'. Tamabahan: sebaiknya tiap paragraf diberi 'judul' berisi kutipan pendek mengenai plot (puncak konflik) yg ada pada paragraf itu sendiri, gunanya adalah mengundang pembaca untuk terus 'melahap' setiap paragraf berikutnya. Menulis cerpen juga ada seni marketingnya. salam sukses ..

    BalasHapus
  2. Walah penjual keripik sering buka blog saya ya. jadi malu. terimakasih banyak atas sarannya :) sukses!

    BalasHapus