Jumat, 08 November 2013

DULU

Perempuan itu menatap kearah laki-laki dihadapannya dengan tegas, ia tidak mau terlihat lemah dihadapan lawan bicaranya. Perempuan itu meneliti tekstur wajah laki-laki dihadapannya. Rahangnya keras, beralis tebal, ia mempunyai mata yang berwarna seperti harimau. Dengan begitu ia mempunyai sorot mata yang tajam, seperti ingin memangsa siapa saja yang sedang menatapnya. Laki-laki tersebut sangat berkharisma, membuat wanita manapun akan mendambakannya dengan mudah. Keheningan itu tercipta untuk beberapa saat, keduanya berkutat dengan pikiran masing-masing sampai tiba-tiba laki-laki tersebut membuka suara sebagai pembukaan topik pembicaraan mereka.
“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi disini, di café favorit kita.” Ujar Axel—nama laki-laki tersebut.
“Favorit aku. Kamu sering kesini karena dulu aku yang selalu mengajakmu.” Balas Cassandra—nama perempuan tersebut.
“Kamu banyak berubah.” Komentar Axel seraya meneliti Cassandra dengan mata hazelnya. Cassandra merasa risih dengan tatapan Axel, tatapannya seakan sedang menelanjangi Cassandra demi mencari sesuatu.
“Setiap orang pasti akan berubah, karena roda hidup terus berputar.”
“Tapi Cassandra yang aku kenal tidak seperti ini.”
“Definisi ‘seperti ini’ maksudmu yang seperti apa? Aku semakin dewasa Axel, aku bukan perempuan lemah lagi.”
“Maafkan aku.”
“Buat apa?”
“Maafkan aku kalau aku pernah mengecewakanmu, pernah memainkan perasaanmu, pernah menyakitimu. Kembalilah padaku Cassandra…” Axel menatap Cassandra dengan lembut dan intens.
“Dulu kita menjalin hubungan selama tiga tahun, aku memberikan segalanya padamu. Sampai ketika kamu memfitnahku selingkuh dengan laki-laki lain dan memintaku untuk putus darimu. Kamu bilang bahwa aku tidak pernah memperjuangkan hubungan kita, kamu yang bilang kalau aku tidak bisa setia. Padahal kamu satu-satunya orang yang tidak pernah memperjuangkan hubungan itu, padahal kamu satu-satunya orang yang tidak bisa setia karena kamu selingkuh dengan perempuan itu, tapi kamu membuat semuanya itu menjadi salahku. Tidakkah kamu sadar bahwa semua beban yang aku punya dulu terlalu berlebihan? Aku berjuang sendirian untuk melawan rasa sakit itu, aku memang bukan yang terbaik untukmu tapi bukan seperti itu caranya untuk mengusirku dari kehidupanmu. Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana rasa sakit yang aku terima dulu. Dan kini setelah semua rasa sakit itu hilang, kamu kembali dan meminta maaf. Kemana saja kau? Aku menunggu kata itu keluar dari mulutmu sejak satu tahun yang lalu, dan dengan mudahnya kamu memintaku kembali……” Cassandra menarik nafasnya dalam-dalam, takut ia akan menangis. Cassandra tidak mau terlihat lemah didepan Axel.
“Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku sayang sama kamu.” Ujar Axel kemudian menggenggam tangan Cassandra.
“Aku sayang sama kamu, tapi maaf itu dulu. Dulu disaat aku memperjuangkan hubungan itu sendirian, mempercayaimu disaat kamu tidak pantas mendapatkannya, dan disaat aku melihat kamu selingkuh dengan sahabatku sendiri.” balas Cassandra seraya melepaskan genggaman tangan Axel.
“Aku tidak akan melakukannya lagi.” Ujar Axel. Cassandra membelai pipi Axel dengan tatapan mata yang begitu lembut.
“Maaf aku tidak bisa, aku dan kamu kini telah berbeda dan mempunyai jalan masing-masing. Aku sayang padamu tapi sebatas sahabat. Itu semua sudah dulu Axel, kini aku sudah mempunyai kehidupan sendiri yang harus aku tata rapih.”
“Terimakasih kamu pernah hadir dalam hidupku, terimakasih bahwa kamu pernah menyayangiku, terimakasih atas warna yang kamu bawa kedalam hidupku, dan terimakasih atas semua kenangan manis yang pernah kita buat bersama. Aku tidak akan melupakan itu, karena seberapapun kamu mengecewakanku kamu tetap pernah mempunyai tempat dihatiku. Begitu juga dengan kenangan aku dan kamu, akan selalu mempunyai tempat spesial dihatiku.” Sambung Cassandra kemudian mengecup pipi Axel lembut kemudian bergegas pergi dari hadapan Axel, karena Cassandra sudah tidak kuat untuk menahan air matanya. Sedetik Cassandra pergi, Axel meneteskan air matanya.
“Andaikan waktu bisa diputar, aku tidak akan merusak permata hatiku sendiri…I love you Cassandra.” Ujar Axel seraya menatap punggung Cassandra yang kini semakin menjauh dari tatapannya.








MAAF KALAU LEBAY TERLALU SINETRON. OTAK MAKIN MALEM MAKIN ANEH. 





Terimakasih yang sudah menyempatkan waktunya mau baca cerpen aneh ini, kritik&saran akan diterima dengan senang hati :)






Angelica xx



Hai?

Hai? mungkin cuma kata hai yang bisa jadi judul untuk entri kali ini. Pertama mau minta maaf karena udah jarang banget posting disini. Gue enggak ngerti kenapa. Mau nulis tapi imajinasi itu selalu macet, dan akhirnya cuma tersimpan rapih dalam satu folder. Banyak yang mau diceritain, tapi jari-jari ini mulai kaku. Imajinasi mulai macet. Beberapa kali baca cerita punya orang lain, rasanya kangen banget mau nulis. Tapi yang jadi masalahnya......mau nulis apa? apa yang mau ditulis? idenya dari mana?

Setiap mau tidur ide-ide itu mulai bermunculan, akhirnya menunda jam tidur. Tapi setelah ide itu mulai dijabarkan dan mulai di simpan dalam otak sambil ngomong... "besok harus ngetik, idenya jangan hilang dulu." tapi jadinya apa? ide itu hilang total didalam otak. sedih gak? sedihlah. Gue galau sendiri mikirinnya. Mau nulis lagi, mau dikomentarin lagi........tapi gue enggak tau mau nulis apa._. Bahkan beberapa bulan belakangan ini gue berpikiran buat nulis novel, tapi setelah melihat keadaan gue sekarang yang entah kenapa jadi jarang nulis akhirnya ide novel itu juga ikut hilang. Di sekolah pun sekarang gue memilih untuk banyak diam dan meniliti keadaan sekitar, siapa tau ada yang bisa gue jabarkan jadi sebuah cerita. Alasan kedua setelah enggak punya ide untuk nulis adalah sekolah. Sekolah itu membunuhkuuu~ enggak deng, bercanda. Maksudnya di sekolah gue gurunya itu keren semua, bayangin aja minggu ini bisa free total tanpa tugas tapi siapa yang tau kalau minggu depan tiba-tiba semua mata pelajaran ada tugasnya? Sekolah gue enggak bisa ditebak. Akhirnya....pulang sore pun sering terjadi. Gue termasuk orang yang hobi tidur dan enggak bisa mengatur waktu dengan baik, jadi banyak yang terlantar dan lagi-lagi nulis itulah yang keseringan terlantar. Dan kira-kira minggu ini gue baru berpikir dengan jernih.......asikkan? asiklah, Angel gituloh. Jadi, gue kan udah SMA nih. kelas XI nih. Gue bertekad mau kuliah Komunikasi di UNPAD. Dan karena abis bertekad kaya gitu mulai deh muncul gambaran-gambaran perjalanan hidup gue. wes hahaha.


Jadi gue sudah menetapkan untuk fokus belajar di kelas Sebelas ini demi mengejar Komunikasi UNPAD. Kalau ada waktu luang gue akan menyempatkan untuk menulis, cuma menulis cerpen kok karena kalau mau dipaksa bikin novel sekarang enggak akan mungkin karena enggak akan selesai. Kalau cerpennya menurut gue bagus, doain aja gue mau iseng-iseng tawarin ke majalah atau sejenisnya gitu. Siapa tau bisa dimuat. Karena belakangan ini gue baca, setiap penulis memulai karirnya dari nol. Jadi gue mau coba untuk mulai dari nol juga, jadi begitulah gue mau nulis cerpen terus tawarin. Gue mau tulisan gue dikomentarin sama mereka. Setelah gue lulus SMA nanti, waktu nganggur di rumah kan banyak. Nah disaat itu juga gue baru mau menulis novel pertama gue. Doain semoga semua plan ini berjalan dengan baik! ENGGAK SABAR PENGEN CEPET-CEPET KULIAAAAHHHHH HUAAAA. INI APASIH GAJELAS BANGET.






Hmm udah segitu dulu yaa curcolnya, bye!<3

Sabtu, 13 April 2013

Tercekat Di Masa Lalu


Kopi di pagi itu menyisakan banyak ampasnya, sama seperti sebuah memori lama. Masa lalu menyisakan sebuah memori lama untuk tetap tinggal dalam otak dan memberikan rasa yang berbeda. Ia menyesap kopinya sekali lagi dan mencoba untuk lebih menetralisirkan rasanya secara detail. Ia—Veronica melihat rintik hujan yang mulai membasahi kotanya dan semilir angin yang kian berhembus meniupi wajahnya yang sedang berdiri di balcon kamarnya. Ia termenung untuk beberapa saat dan dalam sepersekian detik pikirannya telah dibawa pergi oleh hempasan angin yang terus berhembus…

Setelah menghabiskan waktunya di balcon kini Veronica sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampusnya. Sebenarnya ia sangat malas untuk mengikuti mata kuliah tersebut namun takut nilainya menurun dengan perasaan mau-tidak mau akhirnya Veronica pergi ke kampus. Sesampainya Veronica di kampus, di koridor ia melihat seseorang. Seseorang yang pernah punya tempat special di hatinya, Veronica melihat sosok itu dari kejauhan. Ternyata sosok tersebut sedang bersama perempuan lain—pacar barunya. Veronica menghembuskan nafasnya berat menyadari bahwa ia tidak mungkin akan kembali padanya. Veronica melihat sosok itu tersenyum lebar bersama kekasih barunya, kini Veronica sadar senyum itu bukan untuk Veronica lagi. Veronica senang bahwa sosok itu sangat bahagia bersama kekasih barunya sedangkan jauh dalam diri Veronica ada serpihan memori yang kian membusuk dalam diri Veronica karena sampai saat ini dirinya masih tercekat di masa lalu dan masih mengharapkan sosok itu kembali padanya…





-The End-






Angelica xx

Jumat, 12 April 2013

Setitik Kecil Bintang Di Langit


Pernah terbesit dalam setiap pemikiran manusia bahwa beberapa dari mereka mempunyai hidup yang tidak berharga dan tidak layak karena awal kehidupan mereka sudah hancur dan beberapa dari mereka juga berpikir bahwa Tuhan sudah tidak adil kepada mereka. Bagaimana bisa berkata tidak adil ketika kita masih bisa bernafas tanpa harus menggunakan alat seperti kebanyakan orang yang terbaring lemah di Rumah Sakit. Menurutku itu sudah salah satu anugerah terbesar dari Tuhan dan perlu di ingat bahwa Tuhan menciptakan kita semua karena memang Ia mempunyai tujuan tertentu atas hidup kita,jadi jika kita berpikir hidup kita tidak layak dan tidak ada gunanya kenapa Ia ingin menciptakan kita? Semuanya pasti ada maksud tertentu…
 Menjadi seorang penulis bukan awal dari mimipiku namun keinginanku itu keluar dari setitik celah kecil dari sebagian besar gambaran kehidupanku yang begitu sangat amat biasa,ketika aku berada di hadapan layar kosong entah mengapa jari yang dulunya begitu enggan untuk mengetik bisa bergerak dengan begitu lincah. Dan otak yang tidak pintar ini dengan herannya bisa mengalirkan beberapa ide aneh untuk mencantumkannya di sebuah kertas kosong.
Beberapa waktu lalu aku pernah mengamati hujan yang sedang membasahi kotaku,aku menarik nafas dalam-dalam kemudian berkata dalam hati ‘terimakasih Tuhan…’ sejujurnya dulu aku salah satu orang yang begitu pemalu dan penutup,dan aku juga termasuk salah satu orang yang pernah berpikir bahwa aku tidak layak hidup karena aku tidak mempunyai kelebihan yang begitu mengesankan namun orang-orang di sekelilingku terus memberikanku dukungan yang begitu berharga sehingga aku ingin menatap hidupku dengan mata terbuka. Dan kini aku sadar bahwa kita semua mempunyai hidup yang layak dan berharga,buka matamu besar-besar dan lihatlah apa yang kamu punyai dari setitik kecil hidupmu yang tidak layak itu. Dan kembangkanlah setitik itu menjadi titik yang besar dimana semua orang di sekelilingmu akan berdecak kagum dan bangga..
Kini aku sedang berusaha dan terus belajar mengembangkan tulisanku karena aku ingin membuat orang sekelilingku berdecak kagum dan bangga. Lupakan masa lalumu yang buruk,buka matamu besar-besar bahwa ada hal positif dari dalam dirimu yang mampu kamu kembangkan sehingga orang sekelilingmu bangga hanya perlu ingat bahwa kita di ciptakan di dunia ini karena memang ada maksud tertentu,terus berpikir bahwa hidup kita layak.  Dan kini aku ingin menjadi setitik kecil bintang di langit yang mampu menyinarkan dunia ketika gelap…





Angelica xx

Cukup Tiga Puluh Menit


Entah sudah berapa ratus kali dirinya mendengarkan kedua orang tuanya ribut hanya karena masalah yang sama. Dan entah sudah berapa ratus kali juga dirinya dijadikan pelampiasaan kedua orang tuanya, entah itu pukulan atau kata-kata kotor yang terlontarkan. Hidupnya berantakkan, ia merasa bahwa dirinya lahir di keluarga yang salah. Itu semua telah membuat dirinya lelah untuk tetap berada di kehidupan yang seperti itu. Alex namanya, wakil ahli waris tunggal dari keluarga Soeputro. Pemilik perusahaan minyak terbesar di Asia Tenggara. Kehidupan yang serba berkelimpahan itulah yang membuatnya merasa terasingkan dari kasih sayang kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya cukup berpikir dengan uang Alex pun pasti sudah bahagia padahal jauh dalam diri Alex, ia benar-benar enggan dengan kalimat tersebut…
“Stop! Sampai kapan kalian ingin terus ribut seperti itu? Kalian berdua sudah seperti kucing dan tikus yang siap membunuh satu sama lain..” tandas Alex. Kedua orang tuanya hanya menatap Alex rendah kemudian berdecak kesal..
“Jangan bergurau lex, ini semua salah papamu. Dia tidak pernah pengertian, ia seperti anak kecil. Lagipula untuk apa kamu mengurusi kami berdua? Urusi saja kehidupanmu yang berantakkan itu...”
“Hidupku berantakkan juga karena kalian berdua!”
“Jangan pernah berteriak seperti itu di hadapanku, kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa apa-apa kalau aku tidak memberimu uang setiap harinya. Anak yang menjijikkan tidak tahu terimakasih...”
“Jadi aku menjijikan di mata kalian berdua? Baiklah kalau begitu aku akan pergi dari sini! Terimakasih atas segala caci-maki dan pukulan yang setiap hari kau berikan padaku dan masalah uangmu...sebenarnya aku tidak pernah membutuhkan itu semua, uangmu tidak berbeda jauh dengan sampah di luar sana”
“Jangan pernah kembali ke rumahku lagi, karena sesungguhnya aku tidak pernah menginginkan keberadaanmu di dunia ini sejak dulu” balas ayahnya yang bernama Adam..
“Baiklah, karena aku juga tidak ingin kembali kesini lagi. Rumah ini seperti neraka bagiku” balas Alex kemudian beranjak pergi dari rumah tersebut.





**



Alex terus berjalan mengikuti kemana kakinya ingin melangkah kalau dirinya boleh meminta, ia ingin mati saat itu juga. Hidupnya sudah tidak berarti lagi, hidupnya terlalu penuh dengan omong kosong. Kedua orang tuanya pun tidak pernah menginginkan keberadaannya, jadi untuk apa dia hidup. Alex teringat akan apartemen yang pernah ia beli dulu dengan uang tabungannya, dengan cepat Alex pergi kesana menggunakan taxi.

         
Setibanya Alex di apartemennya, dirinya hendak ingin menaikki lift namun langkahnya terhenti saat ada seorang perempuan berbicara padanya..
“Lari dari masalah bukan jalan keluar yang baik..” ujar perempuan tersebut. Perempuan itu menunduk dan terus membaca buku tebalnya, Alex hanya mengerutkan keningnya heran.
“Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku”
“Hadapi masalahmu dengan hati yang tenang dan berkepala dingin, kamu pasti bisa mengatasinya”
“Berhenti bicara, karena kamu tidak kenal denganku dan tidak tahu permasalahanku. Perempuan aneh..” ujar Alex kemudian menaikki liftnya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya kemudian mengulum bibirnya menjadi sebuah senyuman yang manis..




**



Semalaman penuh Alex meminum minuman keras tanpa mengenal lelah kemudian menghisap rokoknya tanpa henti, membiarkan pikirannya dibawa melayang dengan setiap asap yang berhembus dari mulutnya. Dan beberapa bungkus obat-obatan terlarang tergeletak dimana-mana dan ada banyak suntikkan bekas. Semalaman itu ia habiskan untuk membuat dirinya lupa dari masalah kedua orang tuanya. Namun setiap ia ingin melakukan hal buruk tersebut, kalimat perempuan disudut ruangan itu terus terngiang di otaknya bagaikan lampu merah untuk melarang dirinya melanjutkan hal tersebut. Namun rasa dendam dan sakit itu membuat Alex terus melanjutkan perbuatan buruknya..




**



Pagi-pagi sekali Alex keluar dari apartemennya untuk membeli beberapa minuman keras lagi, karena persediannya telah habis. Saat dirinya keluar dari lift, dirinya menemukan kembali perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan tersebut dan masih membaca bukunya dengan begitu teliti..
“Mau pergi membeli minuman-minuman tidak berguna itu? Tidak ada gunanya, hanya membuang uangmu saja...”
“Sebenarnya kau siapa sih?”
“Mempunyai masalah bukan berarti harus melakukan hal buruk seperti itu, sampai harus menggunakan narkoba”
“Darimana kau tahu itu semua?” tanya Alex mulai panas dengan setiap kalimat yang di lontarkan oleh perempuan tersebut. Alex duduk tepat disebelah perempuan itu namun perempuan itu tetap membaca buku tanpa menggubris keberadaan Alex disampingnya. Sepersekian detik berikutnya perempuan tersebut berdiri kemudian mengambil langkah untuk pergi, sebelum melangkah perempuan tersebut sempat melemparkan senyum pada Alex. Dan saat itu juga Alex berpikir bahwa perempuan itu adalah perempuan paling cantik yang pernah ia temui. Sungguh berbeda. Tatapannya begitu tajam dan dalam namun memberi kesan lembut, senyum simpulnya mampu membuat siapa saja yang melihatnya tidak akan pernah bosan. Dan didalam matanya ada binar-binar yang tidak mampu Alex jelaskan secara terperinci.
“Senang bisa bertemu denganmu, lex.” ujar perempuan tersebut kemudian melangkah pergi. Alex dibuat heran oleh perempuan tersebut. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan ia sadar bahwa sikapnya sudah keluar dari batas normal, dengan langkah gontai Alex kembali ke kamar apartemennya dan membereskan semua hal yang berantakkan.

Perempuan itu sebenarnya siapa dan mengapa ia mengetahui namaku, batin Alex.




**



Malam mulai menyelimuti daerah sekitar, lampu-lampu di setiap ruas jalan mulai menyala menerangi setiap ruas jalan tersebut dan tetap memberi kesan yang indah. Alex baru saja menghabiskan waktu sorenya dengan berjalan kaki disekitar daerah tersebut, hanya untuk mencari udara dan merileksasikan dirinya sesaat. Sesampainya ia di apartemen entah mengapa Alex memilih untuk duduk di sudut ruangan yang biasanya perempuan itu tempati. Alex mengerutkan keningnya heran, karena biasanya setiap ia lewati koridor tersebut pasti Alex mendapati perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan namun kini perempuan itu tidak ada disana. Alex duduk di sudut tersebut sambil menopangkan wajahnya di kedua tangannya dan menunduk. Selang beberapa menit ada sebuah tangan yang menepuk bahunya pelan…
“Tumben duduk disini.” Alex mendongakkan kepalanya dan mendapati perempuan itu duduk disampingnya, kemudian Alex tersenyum ramah pada dirinya.
“Aku ingin bertemu denganmu”
“Ada keperluan apa?”
“Sekedar mengobrol?”
“Baiklah, aku senang karena kamu ingin mengobrol denganku”
“Kalau aku boleh tahu darimana kamu mengetahui namaku?”
“Dari sebuah buku mungkin?” tanya perempuan tersebut dengan nada bergurau.
“Kau lucu, aku serius.”
“Bagaimana kalau aku juga serius?”
“Baiklah, kau cukup aneh”
“Jadi…kamu kapan akan kembali ke rumahmu?”
“Rumah? Rumahku disini”
“Jangan berbohong, kamu mempunyai tempat tinggal bersama kedua orang tuamu”
“Untuk apa aku pulang kalau pada akhirnya aku hanya dijadikan sebagai tempat pelampiasan amarah mereka? Itu semua hanya membuatku lelah, aku ingin mempunyai keluarga yang harmonis.”
“Mengapa kamu tidak merubahnya?”
“Bagaimana bisa?”
“Kamu sadar bahwa keluargamu berantakkan dan kamu satu-satunya orang dalam keluarga itu yang mungkin masih mempunyai akal sehat untuk memikirkan semua hal itu dengan jernih. Jadi kenapa bukan kamu yang memulainya agar terjadi sebuah perubahan dalam keluargamu?”
“kalimat mudahnya adalah kamu menjadi setitik bintang kecil yang akan menerangi keluargamu yang cukup gelap”
“Tapi aku tidak mengetahui caranya”
“Sebelumnya kamu harus bisa memaafkan dirimu dan masa lalumu terlebih dahulu untuk bisa memulai suatu perubahan. Kalau kita tidak bisa merubah cara hidup dan memaafkan diri kita sendiri bagaimana kita bisa merubah hidup mereka yang mungkin lebih parah dari kita. Bukan begitu?”
“Kalimatmu terlalu benar, tapi aku sudah cukup lelah dengan hidupku yang pahit ini”
“Ini namanya hidup, tidak selamanya menjadi manis. kalau kita tidak merasakan pahitnya hidup darimana kita akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman di kelak nanti?”
“Dan saranku jika kamu mempunyai masalah jangan larikan dirimu kepada hal-hal yang negative. Untuk apa menambah kerusakkan hidupmu, hanya memperberat bebanmu. Cukup berdoa, serahkan semuanya pada yang di Atas dan melakukan hal positive untuk terus menyemangati perjalananmu hidupmu” sambung perempuan tersebut.
“ketika masalah datang pada hidupmu, kamu harus bisa menatapnya dengan mata terbuka. Karena sejauh apapun kita berlari dan mencari persinggahan untuk mengumpat, itu hanya memperburuk masalah. Selama kerusakkan itu masih bisa diperbaikki kenapa tidak dicoba untuk diperbaikki. Jangan pernah membiarkan penyesalan yang menjadi penutup cerita hidupmu. Ketika kamu berpikir bahwa kamu sendirian, ingatlah bukan hanya kamu yang pernah berada di posisi tersebut bahkan di luar sana ada yang lebih parah darimu. Tuhan tidak pernah tidur dan membiarkan anaknya menjalankan kerasnya hidup sendirian…”
“Apakah aku sudah terlambat jika aku baru memulainya sekarang?” tanya Alex yang kini mulai terisak dan kembali menunduk.
“Tidak pernah terlambat untuk memperbaikkinya, asalkan kamu tetap berjuang” balas perempuan tersebut kemudian merangkul Alex
“Aku sudah menemanimu mengobrol selama tiga puluh menit, aku berharap kalimatku akan berguna untukmu. Senang bisa mengobrol denganmu Alex, jaga dirimu baik-baik yaa, sampai jumpa” Disaat air mata Alex berhenti mengalir dan dirinya sudah sedikit tenang dari isak tangisnya, Alex menyadari bahwa perempuan tersebut sudah tidak ada disampingnya lagi. Alex menghembuskan nafasnya dengan kecewa karena perempuan itu begitu mudah untuk menghilang. Alex kembali ke kamarnya dan mulai beristirahat, lebih tepatnya mencerna lebih dalam lagi kalimat yang di lontarkan perempuan tersebut. Dan sampai saat ini Alex belum mengetahui nama perempuan tersebut, dan hal itu terus menghantui Alex.



**



Alex terbangun dari tidur nyenyaknya saat matahari sudah begitu terang, dengan cepat Alex mandi dan bersiap-siap. Saat dirinya selesai, Alex langsung mengambil langkah besar menuju koridor—lebih tepatnya sudut ruangan yang selalu mempertemukan dirinya dengan perempuan misterius tersebut. Saat Alex tiba di koridor tersebut ia hanya mendapati sebuah kursi panjang yang kosong, tanpa perempuan misterius tersebut. Alex duduk di tempat duduk tersebut dan mulai gelisah mencari-cari perempuan tersebut. Disebelahnya terdapat sebuah buku dan buku tersebut mampu mengalihkan perhatian Alex yang sedari tadi terfokus pada perempuan misterius itu. Alex membuka buku tersebut dan mendapati foto dirinya tertempel didalam sana, Alex mengerutkan keningnya bingung. Kemudian membuka halaman selanjutnya dan mendapati cerita kehidupannya disana. Ini semua begitu abstrak bagi dirinya, tiba-tiba Alex berniat menanyakan keberadaan perempuan misterius tersebut pada orang sekitar. Saat Alex tengah asik membaca buku itu tiba-tiba ada seorang office boy sedang membersihkan koridor tersebut. Entah mengapa Alex yakin sekali untuk menanyakan hal tersebut pada OB itu..
“Maaf pak, menganggu waktu bapak. Apakah bapak mengetahui siapa perempuan yang sering duduk di sudut ruangan tersebut?”
“Sudut ruangan….perempuan….siapa?”
“Entahlah, saya tidak begitu mengenalnya. Perawakannya perempuan itu berambut panjang, putih, senyumnya manis, dan dia sering membaca buku di sudut itu”
“Nona Angela maksud mas?”
“Angela…”
“Iya, nona Angela. Ia anak dari pemilik sah apartemen ini, dan setiap kali berkunjung kesini untuk menemani ayahnya bekerja pasti ia menghabiskan waktunya duduk di sudut ruangan itu sambil membaca buku. Buku yang sedang mas pegang itu, yang sering nona Angela baca. Saya ingat betul, namun sayang…satu bulan yang lalu ia meninggal karena di racuni oleh ibunya sendiri”
“Meninggal? Tidak pasti bapak bercanda, tadi malam saya baru saja mengobrol dengan Angela di sudut ruangan itu”
“Jangan melucu mas, nona Angela sudah meninggal…” balas OB tersebut yang mulai bergidik merinding. Alex mulai frustasi dengan semua peristiwa yang menimpa dirinya, tidak mungkin ia mengobrol dengan orang yang sudah meninggal…

Saat Alex masih terpaku dengan pikiran yang tidak menemukan jawaban itu Alex melirik ke sudut ruangan tersebut sekali lagi, dan Alex mendapati sosok Angela sedang berdiri manis disana dengan senyumnya yang terus terukir di bibir merah mudanya…
“Itu Angela, ia ada disana…” ujar Alex.
“Tidak ada mas, disana kosong. Mas jangan membuat saya takut.”
“Tidak, saya serius...” balas Alex. Selang beberapa detik kemudian sosok Angela sudah menghilang. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan menyadari bahwa Angela memang benar-benar sudah tidak ada. Alex kembali duduk di sudut ruangan tersebut seraya memeluk buku yang sering Angela baca dengan erat..
“Terimakasih untuk waktu tiga puluh menitmu yang begitu berharga untukku, kalimatmu telah menyadarkanku. Terimakasih banyak Angela…”



**



Satu tahun kemudian….




Alex mengunjungi kuburan Angela, yang alamatnya ia dapat dari ayahnya. Alex membawa kedua orang tuanya juga. Alex meletakkan serangkaian bunga di tempat peristirahatan Angela…
“Angela, ini aku Alex. Seseorang yang pernah kamu ubahkan hidupnya, kita bertemu di sudut ruangan sebuah koridor apartemen milik ayahmu. Pasti kamu tahu. Aku kesini ingin mengucapkan terimasih karena kamu berhasil mengubah cara pola pikirku yang sangat pendek, dan aku ingin memberitahumu bahwa kini aku sudah kembali pada kedua orang tuaku. Dan kamu tahu apa? Aku berhasil mengubahkan mereka, kini mereka tidak pernah ribut lagi. Kini aku mempunyai keluarga yang begitu harmonis, dan ini berkatmu. Terimakasih banyak Angela…” ujar Alex kemudian menghapus air matanya. Kedua orang tua Alex tersenyum kemudian memeluk Alex…








-TAMAT-





           

Akhirnya di post juga:’))) maaf kalau ceritanya masih banyak kekurangan, kritik/saran pasti diterima dengan senang hati. Terimakasih sudah menyempati waktunya untuk membaca ceritanya!! :)