Jumat, 08 November 2013

DULU

Perempuan itu menatap kearah laki-laki dihadapannya dengan tegas, ia tidak mau terlihat lemah dihadapan lawan bicaranya. Perempuan itu meneliti tekstur wajah laki-laki dihadapannya. Rahangnya keras, beralis tebal, ia mempunyai mata yang berwarna seperti harimau. Dengan begitu ia mempunyai sorot mata yang tajam, seperti ingin memangsa siapa saja yang sedang menatapnya. Laki-laki tersebut sangat berkharisma, membuat wanita manapun akan mendambakannya dengan mudah. Keheningan itu tercipta untuk beberapa saat, keduanya berkutat dengan pikiran masing-masing sampai tiba-tiba laki-laki tersebut membuka suara sebagai pembukaan topik pembicaraan mereka.
“Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi disini, di café favorit kita.” Ujar Axel—nama laki-laki tersebut.
“Favorit aku. Kamu sering kesini karena dulu aku yang selalu mengajakmu.” Balas Cassandra—nama perempuan tersebut.
“Kamu banyak berubah.” Komentar Axel seraya meneliti Cassandra dengan mata hazelnya. Cassandra merasa risih dengan tatapan Axel, tatapannya seakan sedang menelanjangi Cassandra demi mencari sesuatu.
“Setiap orang pasti akan berubah, karena roda hidup terus berputar.”
“Tapi Cassandra yang aku kenal tidak seperti ini.”
“Definisi ‘seperti ini’ maksudmu yang seperti apa? Aku semakin dewasa Axel, aku bukan perempuan lemah lagi.”
“Maafkan aku.”
“Buat apa?”
“Maafkan aku kalau aku pernah mengecewakanmu, pernah memainkan perasaanmu, pernah menyakitimu. Kembalilah padaku Cassandra…” Axel menatap Cassandra dengan lembut dan intens.
“Dulu kita menjalin hubungan selama tiga tahun, aku memberikan segalanya padamu. Sampai ketika kamu memfitnahku selingkuh dengan laki-laki lain dan memintaku untuk putus darimu. Kamu bilang bahwa aku tidak pernah memperjuangkan hubungan kita, kamu yang bilang kalau aku tidak bisa setia. Padahal kamu satu-satunya orang yang tidak pernah memperjuangkan hubungan itu, padahal kamu satu-satunya orang yang tidak bisa setia karena kamu selingkuh dengan perempuan itu, tapi kamu membuat semuanya itu menjadi salahku. Tidakkah kamu sadar bahwa semua beban yang aku punya dulu terlalu berlebihan? Aku berjuang sendirian untuk melawan rasa sakit itu, aku memang bukan yang terbaik untukmu tapi bukan seperti itu caranya untuk mengusirku dari kehidupanmu. Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana rasa sakit yang aku terima dulu. Dan kini setelah semua rasa sakit itu hilang, kamu kembali dan meminta maaf. Kemana saja kau? Aku menunggu kata itu keluar dari mulutmu sejak satu tahun yang lalu, dan dengan mudahnya kamu memintaku kembali……” Cassandra menarik nafasnya dalam-dalam, takut ia akan menangis. Cassandra tidak mau terlihat lemah didepan Axel.
“Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, aku sayang sama kamu.” Ujar Axel kemudian menggenggam tangan Cassandra.
“Aku sayang sama kamu, tapi maaf itu dulu. Dulu disaat aku memperjuangkan hubungan itu sendirian, mempercayaimu disaat kamu tidak pantas mendapatkannya, dan disaat aku melihat kamu selingkuh dengan sahabatku sendiri.” balas Cassandra seraya melepaskan genggaman tangan Axel.
“Aku tidak akan melakukannya lagi.” Ujar Axel. Cassandra membelai pipi Axel dengan tatapan mata yang begitu lembut.
“Maaf aku tidak bisa, aku dan kamu kini telah berbeda dan mempunyai jalan masing-masing. Aku sayang padamu tapi sebatas sahabat. Itu semua sudah dulu Axel, kini aku sudah mempunyai kehidupan sendiri yang harus aku tata rapih.”
“Terimakasih kamu pernah hadir dalam hidupku, terimakasih bahwa kamu pernah menyayangiku, terimakasih atas warna yang kamu bawa kedalam hidupku, dan terimakasih atas semua kenangan manis yang pernah kita buat bersama. Aku tidak akan melupakan itu, karena seberapapun kamu mengecewakanku kamu tetap pernah mempunyai tempat dihatiku. Begitu juga dengan kenangan aku dan kamu, akan selalu mempunyai tempat spesial dihatiku.” Sambung Cassandra kemudian mengecup pipi Axel lembut kemudian bergegas pergi dari hadapan Axel, karena Cassandra sudah tidak kuat untuk menahan air matanya. Sedetik Cassandra pergi, Axel meneteskan air matanya.
“Andaikan waktu bisa diputar, aku tidak akan merusak permata hatiku sendiri…I love you Cassandra.” Ujar Axel seraya menatap punggung Cassandra yang kini semakin menjauh dari tatapannya.








MAAF KALAU LEBAY TERLALU SINETRON. OTAK MAKIN MALEM MAKIN ANEH. 





Terimakasih yang sudah menyempatkan waktunya mau baca cerpen aneh ini, kritik&saran akan diterima dengan senang hati :)






Angelica xx



Hai?

Hai? mungkin cuma kata hai yang bisa jadi judul untuk entri kali ini. Pertama mau minta maaf karena udah jarang banget posting disini. Gue enggak ngerti kenapa. Mau nulis tapi imajinasi itu selalu macet, dan akhirnya cuma tersimpan rapih dalam satu folder. Banyak yang mau diceritain, tapi jari-jari ini mulai kaku. Imajinasi mulai macet. Beberapa kali baca cerita punya orang lain, rasanya kangen banget mau nulis. Tapi yang jadi masalahnya......mau nulis apa? apa yang mau ditulis? idenya dari mana?

Setiap mau tidur ide-ide itu mulai bermunculan, akhirnya menunda jam tidur. Tapi setelah ide itu mulai dijabarkan dan mulai di simpan dalam otak sambil ngomong... "besok harus ngetik, idenya jangan hilang dulu." tapi jadinya apa? ide itu hilang total didalam otak. sedih gak? sedihlah. Gue galau sendiri mikirinnya. Mau nulis lagi, mau dikomentarin lagi........tapi gue enggak tau mau nulis apa._. Bahkan beberapa bulan belakangan ini gue berpikiran buat nulis novel, tapi setelah melihat keadaan gue sekarang yang entah kenapa jadi jarang nulis akhirnya ide novel itu juga ikut hilang. Di sekolah pun sekarang gue memilih untuk banyak diam dan meniliti keadaan sekitar, siapa tau ada yang bisa gue jabarkan jadi sebuah cerita. Alasan kedua setelah enggak punya ide untuk nulis adalah sekolah. Sekolah itu membunuhkuuu~ enggak deng, bercanda. Maksudnya di sekolah gue gurunya itu keren semua, bayangin aja minggu ini bisa free total tanpa tugas tapi siapa yang tau kalau minggu depan tiba-tiba semua mata pelajaran ada tugasnya? Sekolah gue enggak bisa ditebak. Akhirnya....pulang sore pun sering terjadi. Gue termasuk orang yang hobi tidur dan enggak bisa mengatur waktu dengan baik, jadi banyak yang terlantar dan lagi-lagi nulis itulah yang keseringan terlantar. Dan kira-kira minggu ini gue baru berpikir dengan jernih.......asikkan? asiklah, Angel gituloh. Jadi, gue kan udah SMA nih. kelas XI nih. Gue bertekad mau kuliah Komunikasi di UNPAD. Dan karena abis bertekad kaya gitu mulai deh muncul gambaran-gambaran perjalanan hidup gue. wes hahaha.


Jadi gue sudah menetapkan untuk fokus belajar di kelas Sebelas ini demi mengejar Komunikasi UNPAD. Kalau ada waktu luang gue akan menyempatkan untuk menulis, cuma menulis cerpen kok karena kalau mau dipaksa bikin novel sekarang enggak akan mungkin karena enggak akan selesai. Kalau cerpennya menurut gue bagus, doain aja gue mau iseng-iseng tawarin ke majalah atau sejenisnya gitu. Siapa tau bisa dimuat. Karena belakangan ini gue baca, setiap penulis memulai karirnya dari nol. Jadi gue mau coba untuk mulai dari nol juga, jadi begitulah gue mau nulis cerpen terus tawarin. Gue mau tulisan gue dikomentarin sama mereka. Setelah gue lulus SMA nanti, waktu nganggur di rumah kan banyak. Nah disaat itu juga gue baru mau menulis novel pertama gue. Doain semoga semua plan ini berjalan dengan baik! ENGGAK SABAR PENGEN CEPET-CEPET KULIAAAAHHHHH HUAAAA. INI APASIH GAJELAS BANGET.






Hmm udah segitu dulu yaa curcolnya, bye!<3

Sabtu, 13 April 2013

Tercekat Di Masa Lalu


Kopi di pagi itu menyisakan banyak ampasnya, sama seperti sebuah memori lama. Masa lalu menyisakan sebuah memori lama untuk tetap tinggal dalam otak dan memberikan rasa yang berbeda. Ia menyesap kopinya sekali lagi dan mencoba untuk lebih menetralisirkan rasanya secara detail. Ia—Veronica melihat rintik hujan yang mulai membasahi kotanya dan semilir angin yang kian berhembus meniupi wajahnya yang sedang berdiri di balcon kamarnya. Ia termenung untuk beberapa saat dan dalam sepersekian detik pikirannya telah dibawa pergi oleh hempasan angin yang terus berhembus…

Setelah menghabiskan waktunya di balcon kini Veronica sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampusnya. Sebenarnya ia sangat malas untuk mengikuti mata kuliah tersebut namun takut nilainya menurun dengan perasaan mau-tidak mau akhirnya Veronica pergi ke kampus. Sesampainya Veronica di kampus, di koridor ia melihat seseorang. Seseorang yang pernah punya tempat special di hatinya, Veronica melihat sosok itu dari kejauhan. Ternyata sosok tersebut sedang bersama perempuan lain—pacar barunya. Veronica menghembuskan nafasnya berat menyadari bahwa ia tidak mungkin akan kembali padanya. Veronica melihat sosok itu tersenyum lebar bersama kekasih barunya, kini Veronica sadar senyum itu bukan untuk Veronica lagi. Veronica senang bahwa sosok itu sangat bahagia bersama kekasih barunya sedangkan jauh dalam diri Veronica ada serpihan memori yang kian membusuk dalam diri Veronica karena sampai saat ini dirinya masih tercekat di masa lalu dan masih mengharapkan sosok itu kembali padanya…





-The End-






Angelica xx

Jumat, 12 April 2013

Setitik Kecil Bintang Di Langit


Pernah terbesit dalam setiap pemikiran manusia bahwa beberapa dari mereka mempunyai hidup yang tidak berharga dan tidak layak karena awal kehidupan mereka sudah hancur dan beberapa dari mereka juga berpikir bahwa Tuhan sudah tidak adil kepada mereka. Bagaimana bisa berkata tidak adil ketika kita masih bisa bernafas tanpa harus menggunakan alat seperti kebanyakan orang yang terbaring lemah di Rumah Sakit. Menurutku itu sudah salah satu anugerah terbesar dari Tuhan dan perlu di ingat bahwa Tuhan menciptakan kita semua karena memang Ia mempunyai tujuan tertentu atas hidup kita,jadi jika kita berpikir hidup kita tidak layak dan tidak ada gunanya kenapa Ia ingin menciptakan kita? Semuanya pasti ada maksud tertentu…
 Menjadi seorang penulis bukan awal dari mimipiku namun keinginanku itu keluar dari setitik celah kecil dari sebagian besar gambaran kehidupanku yang begitu sangat amat biasa,ketika aku berada di hadapan layar kosong entah mengapa jari yang dulunya begitu enggan untuk mengetik bisa bergerak dengan begitu lincah. Dan otak yang tidak pintar ini dengan herannya bisa mengalirkan beberapa ide aneh untuk mencantumkannya di sebuah kertas kosong.
Beberapa waktu lalu aku pernah mengamati hujan yang sedang membasahi kotaku,aku menarik nafas dalam-dalam kemudian berkata dalam hati ‘terimakasih Tuhan…’ sejujurnya dulu aku salah satu orang yang begitu pemalu dan penutup,dan aku juga termasuk salah satu orang yang pernah berpikir bahwa aku tidak layak hidup karena aku tidak mempunyai kelebihan yang begitu mengesankan namun orang-orang di sekelilingku terus memberikanku dukungan yang begitu berharga sehingga aku ingin menatap hidupku dengan mata terbuka. Dan kini aku sadar bahwa kita semua mempunyai hidup yang layak dan berharga,buka matamu besar-besar dan lihatlah apa yang kamu punyai dari setitik kecil hidupmu yang tidak layak itu. Dan kembangkanlah setitik itu menjadi titik yang besar dimana semua orang di sekelilingmu akan berdecak kagum dan bangga..
Kini aku sedang berusaha dan terus belajar mengembangkan tulisanku karena aku ingin membuat orang sekelilingku berdecak kagum dan bangga. Lupakan masa lalumu yang buruk,buka matamu besar-besar bahwa ada hal positif dari dalam dirimu yang mampu kamu kembangkan sehingga orang sekelilingmu bangga hanya perlu ingat bahwa kita di ciptakan di dunia ini karena memang ada maksud tertentu,terus berpikir bahwa hidup kita layak.  Dan kini aku ingin menjadi setitik kecil bintang di langit yang mampu menyinarkan dunia ketika gelap…





Angelica xx

Cukup Tiga Puluh Menit


Entah sudah berapa ratus kali dirinya mendengarkan kedua orang tuanya ribut hanya karena masalah yang sama. Dan entah sudah berapa ratus kali juga dirinya dijadikan pelampiasaan kedua orang tuanya, entah itu pukulan atau kata-kata kotor yang terlontarkan. Hidupnya berantakkan, ia merasa bahwa dirinya lahir di keluarga yang salah. Itu semua telah membuat dirinya lelah untuk tetap berada di kehidupan yang seperti itu. Alex namanya, wakil ahli waris tunggal dari keluarga Soeputro. Pemilik perusahaan minyak terbesar di Asia Tenggara. Kehidupan yang serba berkelimpahan itulah yang membuatnya merasa terasingkan dari kasih sayang kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya cukup berpikir dengan uang Alex pun pasti sudah bahagia padahal jauh dalam diri Alex, ia benar-benar enggan dengan kalimat tersebut…
“Stop! Sampai kapan kalian ingin terus ribut seperti itu? Kalian berdua sudah seperti kucing dan tikus yang siap membunuh satu sama lain..” tandas Alex. Kedua orang tuanya hanya menatap Alex rendah kemudian berdecak kesal..
“Jangan bergurau lex, ini semua salah papamu. Dia tidak pernah pengertian, ia seperti anak kecil. Lagipula untuk apa kamu mengurusi kami berdua? Urusi saja kehidupanmu yang berantakkan itu...”
“Hidupku berantakkan juga karena kalian berdua!”
“Jangan pernah berteriak seperti itu di hadapanku, kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa apa-apa kalau aku tidak memberimu uang setiap harinya. Anak yang menjijikkan tidak tahu terimakasih...”
“Jadi aku menjijikan di mata kalian berdua? Baiklah kalau begitu aku akan pergi dari sini! Terimakasih atas segala caci-maki dan pukulan yang setiap hari kau berikan padaku dan masalah uangmu...sebenarnya aku tidak pernah membutuhkan itu semua, uangmu tidak berbeda jauh dengan sampah di luar sana”
“Jangan pernah kembali ke rumahku lagi, karena sesungguhnya aku tidak pernah menginginkan keberadaanmu di dunia ini sejak dulu” balas ayahnya yang bernama Adam..
“Baiklah, karena aku juga tidak ingin kembali kesini lagi. Rumah ini seperti neraka bagiku” balas Alex kemudian beranjak pergi dari rumah tersebut.





**



Alex terus berjalan mengikuti kemana kakinya ingin melangkah kalau dirinya boleh meminta, ia ingin mati saat itu juga. Hidupnya sudah tidak berarti lagi, hidupnya terlalu penuh dengan omong kosong. Kedua orang tuanya pun tidak pernah menginginkan keberadaannya, jadi untuk apa dia hidup. Alex teringat akan apartemen yang pernah ia beli dulu dengan uang tabungannya, dengan cepat Alex pergi kesana menggunakan taxi.

         
Setibanya Alex di apartemennya, dirinya hendak ingin menaikki lift namun langkahnya terhenti saat ada seorang perempuan berbicara padanya..
“Lari dari masalah bukan jalan keluar yang baik..” ujar perempuan tersebut. Perempuan itu menunduk dan terus membaca buku tebalnya, Alex hanya mengerutkan keningnya heran.
“Kamu tidak tahu apa-apa tentang diriku”
“Hadapi masalahmu dengan hati yang tenang dan berkepala dingin, kamu pasti bisa mengatasinya”
“Berhenti bicara, karena kamu tidak kenal denganku dan tidak tahu permasalahanku. Perempuan aneh..” ujar Alex kemudian menaikki liftnya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya kemudian mengulum bibirnya menjadi sebuah senyuman yang manis..




**



Semalaman penuh Alex meminum minuman keras tanpa mengenal lelah kemudian menghisap rokoknya tanpa henti, membiarkan pikirannya dibawa melayang dengan setiap asap yang berhembus dari mulutnya. Dan beberapa bungkus obat-obatan terlarang tergeletak dimana-mana dan ada banyak suntikkan bekas. Semalaman itu ia habiskan untuk membuat dirinya lupa dari masalah kedua orang tuanya. Namun setiap ia ingin melakukan hal buruk tersebut, kalimat perempuan disudut ruangan itu terus terngiang di otaknya bagaikan lampu merah untuk melarang dirinya melanjutkan hal tersebut. Namun rasa dendam dan sakit itu membuat Alex terus melanjutkan perbuatan buruknya..




**



Pagi-pagi sekali Alex keluar dari apartemennya untuk membeli beberapa minuman keras lagi, karena persediannya telah habis. Saat dirinya keluar dari lift, dirinya menemukan kembali perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan tersebut dan masih membaca bukunya dengan begitu teliti..
“Mau pergi membeli minuman-minuman tidak berguna itu? Tidak ada gunanya, hanya membuang uangmu saja...”
“Sebenarnya kau siapa sih?”
“Mempunyai masalah bukan berarti harus melakukan hal buruk seperti itu, sampai harus menggunakan narkoba”
“Darimana kau tahu itu semua?” tanya Alex mulai panas dengan setiap kalimat yang di lontarkan oleh perempuan tersebut. Alex duduk tepat disebelah perempuan itu namun perempuan itu tetap membaca buku tanpa menggubris keberadaan Alex disampingnya. Sepersekian detik berikutnya perempuan tersebut berdiri kemudian mengambil langkah untuk pergi, sebelum melangkah perempuan tersebut sempat melemparkan senyum pada Alex. Dan saat itu juga Alex berpikir bahwa perempuan itu adalah perempuan paling cantik yang pernah ia temui. Sungguh berbeda. Tatapannya begitu tajam dan dalam namun memberi kesan lembut, senyum simpulnya mampu membuat siapa saja yang melihatnya tidak akan pernah bosan. Dan didalam matanya ada binar-binar yang tidak mampu Alex jelaskan secara terperinci.
“Senang bisa bertemu denganmu, lex.” ujar perempuan tersebut kemudian melangkah pergi. Alex dibuat heran oleh perempuan tersebut. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan ia sadar bahwa sikapnya sudah keluar dari batas normal, dengan langkah gontai Alex kembali ke kamar apartemennya dan membereskan semua hal yang berantakkan.

Perempuan itu sebenarnya siapa dan mengapa ia mengetahui namaku, batin Alex.




**



Malam mulai menyelimuti daerah sekitar, lampu-lampu di setiap ruas jalan mulai menyala menerangi setiap ruas jalan tersebut dan tetap memberi kesan yang indah. Alex baru saja menghabiskan waktu sorenya dengan berjalan kaki disekitar daerah tersebut, hanya untuk mencari udara dan merileksasikan dirinya sesaat. Sesampainya ia di apartemen entah mengapa Alex memilih untuk duduk di sudut ruangan yang biasanya perempuan itu tempati. Alex mengerutkan keningnya heran, karena biasanya setiap ia lewati koridor tersebut pasti Alex mendapati perempuan itu sedang duduk di sudut ruangan namun kini perempuan itu tidak ada disana. Alex duduk di sudut tersebut sambil menopangkan wajahnya di kedua tangannya dan menunduk. Selang beberapa menit ada sebuah tangan yang menepuk bahunya pelan…
“Tumben duduk disini.” Alex mendongakkan kepalanya dan mendapati perempuan itu duduk disampingnya, kemudian Alex tersenyum ramah pada dirinya.
“Aku ingin bertemu denganmu”
“Ada keperluan apa?”
“Sekedar mengobrol?”
“Baiklah, aku senang karena kamu ingin mengobrol denganku”
“Kalau aku boleh tahu darimana kamu mengetahui namaku?”
“Dari sebuah buku mungkin?” tanya perempuan tersebut dengan nada bergurau.
“Kau lucu, aku serius.”
“Bagaimana kalau aku juga serius?”
“Baiklah, kau cukup aneh”
“Jadi…kamu kapan akan kembali ke rumahmu?”
“Rumah? Rumahku disini”
“Jangan berbohong, kamu mempunyai tempat tinggal bersama kedua orang tuamu”
“Untuk apa aku pulang kalau pada akhirnya aku hanya dijadikan sebagai tempat pelampiasan amarah mereka? Itu semua hanya membuatku lelah, aku ingin mempunyai keluarga yang harmonis.”
“Mengapa kamu tidak merubahnya?”
“Bagaimana bisa?”
“Kamu sadar bahwa keluargamu berantakkan dan kamu satu-satunya orang dalam keluarga itu yang mungkin masih mempunyai akal sehat untuk memikirkan semua hal itu dengan jernih. Jadi kenapa bukan kamu yang memulainya agar terjadi sebuah perubahan dalam keluargamu?”
“kalimat mudahnya adalah kamu menjadi setitik bintang kecil yang akan menerangi keluargamu yang cukup gelap”
“Tapi aku tidak mengetahui caranya”
“Sebelumnya kamu harus bisa memaafkan dirimu dan masa lalumu terlebih dahulu untuk bisa memulai suatu perubahan. Kalau kita tidak bisa merubah cara hidup dan memaafkan diri kita sendiri bagaimana kita bisa merubah hidup mereka yang mungkin lebih parah dari kita. Bukan begitu?”
“Kalimatmu terlalu benar, tapi aku sudah cukup lelah dengan hidupku yang pahit ini”
“Ini namanya hidup, tidak selamanya menjadi manis. kalau kita tidak merasakan pahitnya hidup darimana kita akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman di kelak nanti?”
“Dan saranku jika kamu mempunyai masalah jangan larikan dirimu kepada hal-hal yang negative. Untuk apa menambah kerusakkan hidupmu, hanya memperberat bebanmu. Cukup berdoa, serahkan semuanya pada yang di Atas dan melakukan hal positive untuk terus menyemangati perjalananmu hidupmu” sambung perempuan tersebut.
“ketika masalah datang pada hidupmu, kamu harus bisa menatapnya dengan mata terbuka. Karena sejauh apapun kita berlari dan mencari persinggahan untuk mengumpat, itu hanya memperburuk masalah. Selama kerusakkan itu masih bisa diperbaikki kenapa tidak dicoba untuk diperbaikki. Jangan pernah membiarkan penyesalan yang menjadi penutup cerita hidupmu. Ketika kamu berpikir bahwa kamu sendirian, ingatlah bukan hanya kamu yang pernah berada di posisi tersebut bahkan di luar sana ada yang lebih parah darimu. Tuhan tidak pernah tidur dan membiarkan anaknya menjalankan kerasnya hidup sendirian…”
“Apakah aku sudah terlambat jika aku baru memulainya sekarang?” tanya Alex yang kini mulai terisak dan kembali menunduk.
“Tidak pernah terlambat untuk memperbaikkinya, asalkan kamu tetap berjuang” balas perempuan tersebut kemudian merangkul Alex
“Aku sudah menemanimu mengobrol selama tiga puluh menit, aku berharap kalimatku akan berguna untukmu. Senang bisa mengobrol denganmu Alex, jaga dirimu baik-baik yaa, sampai jumpa” Disaat air mata Alex berhenti mengalir dan dirinya sudah sedikit tenang dari isak tangisnya, Alex menyadari bahwa perempuan tersebut sudah tidak ada disampingnya lagi. Alex menghembuskan nafasnya dengan kecewa karena perempuan itu begitu mudah untuk menghilang. Alex kembali ke kamarnya dan mulai beristirahat, lebih tepatnya mencerna lebih dalam lagi kalimat yang di lontarkan perempuan tersebut. Dan sampai saat ini Alex belum mengetahui nama perempuan tersebut, dan hal itu terus menghantui Alex.



**



Alex terbangun dari tidur nyenyaknya saat matahari sudah begitu terang, dengan cepat Alex mandi dan bersiap-siap. Saat dirinya selesai, Alex langsung mengambil langkah besar menuju koridor—lebih tepatnya sudut ruangan yang selalu mempertemukan dirinya dengan perempuan misterius tersebut. Saat Alex tiba di koridor tersebut ia hanya mendapati sebuah kursi panjang yang kosong, tanpa perempuan misterius tersebut. Alex duduk di tempat duduk tersebut dan mulai gelisah mencari-cari perempuan tersebut. Disebelahnya terdapat sebuah buku dan buku tersebut mampu mengalihkan perhatian Alex yang sedari tadi terfokus pada perempuan misterius itu. Alex membuka buku tersebut dan mendapati foto dirinya tertempel didalam sana, Alex mengerutkan keningnya bingung. Kemudian membuka halaman selanjutnya dan mendapati cerita kehidupannya disana. Ini semua begitu abstrak bagi dirinya, tiba-tiba Alex berniat menanyakan keberadaan perempuan misterius tersebut pada orang sekitar. Saat Alex tengah asik membaca buku itu tiba-tiba ada seorang office boy sedang membersihkan koridor tersebut. Entah mengapa Alex yakin sekali untuk menanyakan hal tersebut pada OB itu..
“Maaf pak, menganggu waktu bapak. Apakah bapak mengetahui siapa perempuan yang sering duduk di sudut ruangan tersebut?”
“Sudut ruangan….perempuan….siapa?”
“Entahlah, saya tidak begitu mengenalnya. Perawakannya perempuan itu berambut panjang, putih, senyumnya manis, dan dia sering membaca buku di sudut itu”
“Nona Angela maksud mas?”
“Angela…”
“Iya, nona Angela. Ia anak dari pemilik sah apartemen ini, dan setiap kali berkunjung kesini untuk menemani ayahnya bekerja pasti ia menghabiskan waktunya duduk di sudut ruangan itu sambil membaca buku. Buku yang sedang mas pegang itu, yang sering nona Angela baca. Saya ingat betul, namun sayang…satu bulan yang lalu ia meninggal karena di racuni oleh ibunya sendiri”
“Meninggal? Tidak pasti bapak bercanda, tadi malam saya baru saja mengobrol dengan Angela di sudut ruangan itu”
“Jangan melucu mas, nona Angela sudah meninggal…” balas OB tersebut yang mulai bergidik merinding. Alex mulai frustasi dengan semua peristiwa yang menimpa dirinya, tidak mungkin ia mengobrol dengan orang yang sudah meninggal…

Saat Alex masih terpaku dengan pikiran yang tidak menemukan jawaban itu Alex melirik ke sudut ruangan tersebut sekali lagi, dan Alex mendapati sosok Angela sedang berdiri manis disana dengan senyumnya yang terus terukir di bibir merah mudanya…
“Itu Angela, ia ada disana…” ujar Alex.
“Tidak ada mas, disana kosong. Mas jangan membuat saya takut.”
“Tidak, saya serius...” balas Alex. Selang beberapa detik kemudian sosok Angela sudah menghilang. Alex menarik nafasnya dalam-dalam dan menyadari bahwa Angela memang benar-benar sudah tidak ada. Alex kembali duduk di sudut ruangan tersebut seraya memeluk buku yang sering Angela baca dengan erat..
“Terimakasih untuk waktu tiga puluh menitmu yang begitu berharga untukku, kalimatmu telah menyadarkanku. Terimakasih banyak Angela…”



**



Satu tahun kemudian….




Alex mengunjungi kuburan Angela, yang alamatnya ia dapat dari ayahnya. Alex membawa kedua orang tuanya juga. Alex meletakkan serangkaian bunga di tempat peristirahatan Angela…
“Angela, ini aku Alex. Seseorang yang pernah kamu ubahkan hidupnya, kita bertemu di sudut ruangan sebuah koridor apartemen milik ayahmu. Pasti kamu tahu. Aku kesini ingin mengucapkan terimasih karena kamu berhasil mengubah cara pola pikirku yang sangat pendek, dan aku ingin memberitahumu bahwa kini aku sudah kembali pada kedua orang tuaku. Dan kamu tahu apa? Aku berhasil mengubahkan mereka, kini mereka tidak pernah ribut lagi. Kini aku mempunyai keluarga yang begitu harmonis, dan ini berkatmu. Terimakasih banyak Angela…” ujar Alex kemudian menghapus air matanya. Kedua orang tua Alex tersenyum kemudian memeluk Alex…








-TAMAT-





           

Akhirnya di post juga:’))) maaf kalau ceritanya masih banyak kekurangan, kritik/saran pasti diterima dengan senang hati. Terimakasih sudah menyempati waktunya untuk membaca ceritanya!! :)



Jumat, 02 November 2012

Aku,Dia,dan 14Februari


**


Gadis itu terus melangkahkan kakinya tanpa mempunyai tujuan yang jelas,ia hanya ingin bisa keluar dari rumahnya yang menurutnya tidak pernah memberikan rasa nyaman sedikitpun bagi dirinya. Hidupnya sudah cukup hancur dengan semua keadaan yang ada. Dan kini ia tidak mengerti,apa definisi dari hidup sesungguhnya. Karena menurut dia,definisi dari hidup hanyalah sebuah tekanan batin..
Gadis yang bernama Ajeng itu kini berhenti disebuah halte bus dengan keadaan diri yang benar-benar tidak bisa dideskripsikan. Ia hanya bediri dengan pikiran yang jauh menerawang entah kemana. Semenit kemudian ada satu mobil yang melewati sebuah genangan air dan itu membuat seluruh baju Ajeng basah kuyup dengan kotornya air itu..
“Where’s your eyes?!” dengan rasa amarah yang sudah memuncak,Ajeng melepas sepatu conversenya dengan cepat kemudian melemparnya ke mobil itu. Ajeng tidak peduli dengan setiap tatapan orang-orang disekelilingnya..
“What the hell are you doing?! Ajeng….” ujar orang yang mengendarai mobil tadi saat menghampiri Ajeng. Dan kini keduanya hanya saling bertatap-tatapan dan menciptakan keheningan..
“Gue mimpi apa bisa ketemu lo juga disini,enggak di komplek rumah dan enggak disekolahpun gue ketemu lo. Sekarang ketemu lo di halte bus…..hidup gue makin sial liat lo” tutur Ajeng. Kini laki-laki yang berada dihadapannya hanya menatap Ajeng dengan jijik. Radit namanya..
“Well lo pikir gue juga seneng bisa ketemu lo terus? Sama sekali enggak. Dan maaf ya nona Ajeng yang terhormat,sepatu murahan lo itu udah ngerusak mobil gue”
“Dan haruskah gue peduli?” dengan begitu Ajeng pergi dari hadapan Radit,Radit pun hanya berdecak kesal kemudian kembali ke dalam mobilnya dan melanjutkan perjalanannya lagi...
Ajeng dan Radit adalah dua insan yang mungkin diciptakan tidak bisa bersatu,karena sejak kecil mereka sudah menjadi musuh. Dan setiap mereka bertemu hanya kata-kata kasarlah yang terucap dari mulut mereka masing-masing. Sebenarnya tidak pernah jelas dari antara keduanya ada masalah apa sehingga setiap kali bertemu mereka hanya bertingkah layaknya tom and jerry..


**


Ajeng terus melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolahnya dengan gontai,kemudian ia merasakan dibagian matanya begitu sakit. Ini bukan pertama atau kedua kalinya Ajeng rasakan sakit seperti ini,kejadian ini sudah berulang kali terjadi pada matanya. Dari dirinya sendiripun tidak pernah memberanikan diri untuk memeriksakannya,karena ia berpikir kalau dia sakit tidak akan ada yang peduli juga..
Saat ia hendak mengambil buku-bukunya di loker entah mengapa Ajeng merasakan sakit kepala yang begitu hebat. Tangannya kini menyanggah di lokernya seraya memijit dahinya dengan pelan,berharap rasa sakit itu akan pudar tetapi hasilnya nihil. Dengan berbagai keadaan yang mendesak Ajeng memutuskan untuk memasuki kelasnya,takut ia akan kena surat peringatan lagi karena sering telat masuk kelas. Kakinya melemah,rasa sakit yang ia rasakan semakin hebat di detik berikutnya hanya gelap yang Ajeng rasakan..
Radit terus berlari menelusuri koridor sekolah untuk mencapai kelasnya tetapi langkahnya terhenti saat matany menangkap sosok Ajeng sedang tergeletak tak berdaya di koridor sekolah yang begitu sepi. Jauh dari dalam hati Radit,ia sama sekali tidak pernah membenci gadis yang kini berada dihadapannya. Pertengkaran itu selalu muncul dengan tidak diharapkan,dan jauh didalam pikiran Radit sebenarnya ia ingin mempunyai hubungan yang baik dengan Ajeng tetapi melihat tingkah Ajeng yang sepertinya begitu benci dengan dirinya memundurkan niat Radit untuk mengajaknya jadi teman baik. Kini Radit mencoba untuk membopong tubuh Ajeng dan membawanya ke ruang UKS yang terletak diujung koridor sekolahnya tersebut..
Tubuh Ajeng pun sudah terbaring di tempat tidur yang disediakan oleh ruang UKS kini Radit hanya duduk dalam diam menatap Ajeng dengan pikiran yang jauh melayang. Manis. Itulah yang mampu Radit ucapkan dalam hatinya saat matanya menelusuri setiap lekuk wajah Ajeng,seketika pikiran itu memudar saat mendapati Ajeng sudah membuka matanya..
“Akhirnya lo udah sadar..” ujar Radit.
“Emang gue kenapa?”
“Tadi gue liat lo pingsan di koridor deket kelas gue,kok bisa sampe pingsan?”
“Gatau,tapi makasih yaa” balas Ajeng dengan dingin kemudian siap untuk keluar dari UKS.
“Lo mau kemana? Gapunya otak ya,lo kan baru sadar masa udah mau pergi. Lo lagi sakit?”
“Lo kesambet apa mendadak care sama gue?” tanya Ajeng sinis.
“Well niat gue baik,I'm just trying to be good friend”
“I'm not your friend” balas Ajeng kemudian berlalu pergi dengan langkah kaki yang cepat..
Ajeng berjalan dengan langkah yang cepat entah mengapa ia ingin sekali pergi dari hadapan Radit secepat mungkin. Dalam diam,Ajeng merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya sewaktu berhadapan dengan Radit dan ia merasa kalau apa yang ia rasakan itu sangat salah jadi Ajeng memutuskan untuk pergi dari hadapan Radit secepatnya sebelum semuanya menjadi berantakan..



**



Radit kini sedang dalam perjalanan menuju rumah Ajeng karena mamanya baru saja meminta tolong untuk mengantarkan kue yang baru dibuat untuk orang tua Ajeng. Tapi sepertinya rencananya gagal karena terlihat dari rumah Ajeng,begitu sepi layaknya tak berpenghuni..
“Mba,lagi pada pergi ya?” tanya Radit kepada seorang pembantu yang sedang mengunci pagar..
“Iya mas Radit,mereka lagi pada pergi ke rumah sakit. Non Ajeng lagi sakit”
“Saya boleh minta alamat rumah sakitnya?”
“Ini alamatnya mas Radit” pembantu itu memberikan selembar kertas kecil yang berisikan alamat rumah sakit dimana Ajeng dilarikan. Tanpa berpikir panjang Radit mengendarai mobilnya ke kawasan tersebut..



**



Air infus itu terus menetes berhasil menghasilkan suara yang sedari tadi menemani Radit dalam keheningan,berbagai aroma obat menusuk organ penciumannya dan matanya tak pernah berhenti untuk menatap sosok Ajeng yang terkulai lemah. Sesampainya ia tadi di rumah sakit Radit hanya mendapati Ajeng seorang diri dalam ruangan tersebut,ia tidak heran kemana perginya kedua orang tua Ajeng sudah pasti mereka berada di kantornya dan berkutat dengan kesibukannya masing-masing..
“Aww” Radit yang sedang bediri di balcon kamar rumah sakit langsung memasuki  kamar lagi saat mendengar suara meringis kesakitan. Ajeng sudah sadar..
“ssshhhh gue disini Jeng”
“Mata gue gelap,gue gabisa liat apa-apa. Gue kenapa...” berbagai pertanyaan berkecamuk dikepala Ajeng,karena hanya kegelapan yang mampu ia lihat..
“Gue gatau Jeng lo sakit apa,dokter enggak izinin gue buat tau penyakit lo”
“Lo siapa?”
“Gue Radit”
“Kenapa lo bisa tau gue disini? Mending lo pergi,gue gapantes didampingin,hidup gue udah gak layak. Buat apa lo masih nunggu gue disini,toh bentar lagi gue udah mau mati”
“Watch your mouth! Setiap orang layak buat hidup dan sehancur apapun hidup lo sekarang tetep aja hidup lo berharga bahkan diluar sana banyak yang mati-matian buat berjuang untuk bertahan hidup sedangkan lo disini baru kaya gini aja nyerah,stay strong”
“Tadi gue ke rumah lo buat anterin kue bikinan nyokap tapi pada gaada dirumah,dan pembantu lo ngasih alamat rumah sakit ini yaudah gue kesini” sambung Radit.
“Orang tua gue kerja lagi ya?” tanya Ajeng yang kini suaranya sudah menyatu dengan tangisan..
“Entahlah,udah jangan nangis. Gue disini buat lo,lebih baik sekarang kita ke taman buat ilangin rasa stress lo”
“Makasih ya udah care sama gue”
“Apa kita bisa jadi teman?”
“Bisa” balas Ajeng kemudian tersenyum.
“Akhirnya bisa liat lo tersenyum,kan kalau senyum jadinya cantik. Makanya jangan judes mulu” Ajeng hanya terkekeh malu dan kini ia merasakan pipinya memanas..



**



Hari demi hari Radit dan Ajeng lewati bersama,setiap hari Radit pergi ke rumah sakit setelah pulang sekolah dan selalu menghibur Ajeng yang masih terbaring dirumah sakit..
“Tadi ada dokter yang katanya mau ngobrol sama lo,katanya kalau nunggu orang tua gue kelamaan” ujar Ajeng saat Radit sedang menyuapinya makanan..
“Yaudah nanti gue temuin dokternya abis lo makan”
“Menurut lo apa definisi hidup yang sesungguhnya?” tanya Ajeng.
“Hidup...layaknya para pelaut di tengah lautan yang luas lagi mengendarai kapalnya buat sampai ke tepi pantai. Sama ibaratnya kaya manusia,kita itu kaya pelaut yang lagi berenang diluasnya lautan buat sampai ke satu titik tujuan. Dan ditengah luasnya lautan itu ada banyak gelombang dan badai yang harus dilalui oleh para pelaut,sama lagi seperti manusia di hidup ini begitu banyak masalah yang harus kita lewati dan satu-satunya jalan keluar buat bisa keluar dari masalah itu tetaplah bersyukur karena bagaimana pun nanti,kita masih harus mencapai titik tujuan kita. Dan ketika kita mulai nyerah disaat itulah kita tenggelam” ujar Radit.
“Lagipula hidup jangan dibuat susah. forgive the past,smiling to this day,and designing the future with a sense of grateful. Dan biarin masalah hari ini untuk hari aja,karena masih banyak masalah yang harus kita lewati dihari lain dengan rasa bersyukur dan senyuman” sambung Radit.
“Makasih banyak....cuma itu yang bisa gue bilang saat ini”
“Well lo gaperlu repot-repot bilang makasih,gue cuma mau Ajeng yang lagi berada dihadapan gue ini tersenyum dalam menghadapi setiap masalahnya”


**


Radit memegang kertas itu dengan penuh tidak kepercayaan. Kakinya melemah dan matanya tidak henti-hentinya membaca ulang pemberitahuan tersebut. Kata-kata dokter pun terus berputar dimemori otak Radit..
“Ajeng gak mungkin sakit parah...” ujar Radit.
Radit pun berlari ke kamar mandi untuk menghilangkan rasa gugup dan ketakutannya,ia tidak mau Ajeng mengetahui penyakitnya. Radit hanya bediri dalam diam dan menatap pantulan dirinya dalam cermin seakan mencari jawaban dari kesesakannya..
“Gue percaya Ajeng akan sembuh,dan cepat atau lambat gue harus bisa bebruat sesuatu..” ujarnya lagi. Surat dokter itupun ia letakkan ditasnya,dan kini Radit siap untuk kembali ke kamar Ajeng..
“Dit apa kata dokter?” tanya Ajeng saat Radit sudah duduk manis disebelahnya.
“Mata lo waktu itu abis kelilipan benda kotor dan mungkin lo lupa jadi lo kucek akhirnya ada bagian selaput mata lo yang robek,tapi enggapapa kok lo bentar lagi sembuh tapi ya gitu deh mesti diperban dulu sampe beberapa hari kedepan” tutur Radit,berbohong..
“Semoga waktu gue ulang tahun mata gue udah sembuh..” ujar Ajeng.
“Lo janjikan bakal nemenin gue disaat gue ulang tahun nanti kan?” sambung Ajeng.
“Hmm janji,dan gue juga janji akan kasih sesuatu buat lo”


**


Hari berganti hari dengan seiringnya waktu yang bergulir,sudah beberapa hari ini Radit tidak menjenguk Ajeng dirumah sakit. Dan tidak ada seorangpun yang mengetahui keberadaan Radit,Ajeng pun mulai dilanda gelisah. Takut Radit akan mengikari janjinya..
Radit menatap dirinya dalam pantulan cermin dikamar mandinya dengan lemah,entah sudah berapa kalinya ia memuntahkan darah-darah itu sehingga tubuhnya lemas tak berdaya. Kemudian Radit menenggak obat yang sedari tadi digenggamnya,berharap seluruh rasa sakitnya akan hilang dalam waktu singkat. Besok adalah ulang tahun Ajeng dan Radit berharap betul bisa berada disamping Ajeng..
“Valentine besok,gue mau kasih apa buat Ajeng...” ujar Radit yang kini terduduk lemah dikamar mandinya..
Saat dirinya ingin berusaha bangkit tubuhnya kembali terjatuh dan semuanya berubah menjadi gelap..
Radit dibawa ke rumah sakit dan kini ditubuhnya sudah tertempel berbagai alat rumah sakit. Detak jantungnya juga melemah kini yang terdengar hanyalah detikkan jarum jam dan juga tetesan infus yang dimana setiap tetesnya terdengar begitu nyeri seakan nyawa Radit sedang berada diujung tanduk..
“Ma...” Radit memanggil ibundannya saat baru sadar..
“Ma...Radit mau operasi aja” sambung Radit.
“Operasi apa Dit?”
“Operasi mata,Radit udah nggak butuh organ mata Radit lagi. Ada orang yang lebih membutuhkan mata ini daripada Radit”
“Tapi buat apa Dit?”
“Aku mau mata ini jadi kado terbaik di ulang tahunnya,aku udah janji ke dia buat temenin dia saat dia ulang tahun nanti tapi sepertinya Radit udah gapunya banyak waktu jadi cuma mata ini yang bisa bikin dia bahagia”
“Baik,mama ikuti permintaanmu” balas mamanya dengan berat hati..
Sebelum operasi mata dimulai Radit meminta selembar kertas dan juga pulpen,untuk menuliskan sesuatu..
“Mungkin disaat lo baca ini,tubuh gue udah melayang ke atas sana. Ke tempat yang lebih baik dari dunia ini. Mungkin disaat lo baca ini ada berbagai perasaan yang menghampiri diri lo. Lo boleh marah sama gue karena disaat umur lo yang ke tujuh belas tahun gue gaada disamping lo,maaf sebelumnya gue udah ingkar janji gue. Dan maaf juga gue udah bohongin lo tentang penyakit lo,gue lakuin itu hanya karena lo semata. Gue gamau liat orang yang gue sayang ngeluh lagi hanya karena penyakitnya,gue gamau liat senyum manis lo pudar hanya karena berita penyakit lo. Dan gue berniat buat kasih lo kado,terserah lo suka atau enggak tapi lo udah menggunakan kado dari gue sekarang. Gue cuma bisa kasih mata gue buat lo,karena gue tahu penyakit kanker mata lo butuh donor mata yang cocok. Lagi-lagi maaf gue gabisa berbuat banyak hal karena sekarang pun gue udah lemah. Gue sakit kanker paru-paru sejak SD dan gue bersyukur gue dapat bertahan sampai sekarang,karena gue tau ada titik tujuan yang harus gue capai dan gue gamau nyerah gitu aja hanya karena penyakit gue,dan lihat sekarang? Gue berhasil lihat lo tersenyum,dan itulah titik tujuan hidup gue. Mungkin terdengar bodoh karena dari kecil kita selalu berantem,gue lakuin itu hanya karena gue ingin menutupi perasaan suka gue ke lo. Sekarang gue sadar perasaan ini udah berubah dari suka menjadi cinta. Gue harap lo gak ngatain gue lebay. Well happy birthday my beautiful girl,I wish nothing but the best for you and God bless you more! And happy valentine's day!!<3xx gue cuma mau titip pesan ke lo,apapun yang terjadi dalam hidup lo,lo harus tetap tersenyum. Hidup lo terlalu berharga untuk disia-siakan dan gue berharap dengan mata yang lo milikki sekarang lo bisa melihat dunia dengan lebih baik dan tidak akan memandang hidup lo sebelah mata lagi karena ingat,hidup lo berharga. Please jangan nangis ya karena saat lo nangis gue gaada disamping lo,tapi mungkin bunga mawar sekaligus coklat itu bisa membuat lo menjadi sedikit lebih baik. Forgive the past,smiling to this day,and designing the future with a sense of grateful and stay strong! I love you more than words,I love you more than you know -Radit:]xx”
Setelah Radit selesai menulis suratnya,ia dibawa ke dalam ruangan operasi. Didalam suratnya sudah banyak darah yang berlumuran karena keadaan Radit semakin melemah..
Sepi. Hanya itu yang Ajeng rasakan didalam kamarnya saat itu,sedari tadi ia menunggu kehadiran Radit namun hasilnya Radit belum datang juga. Entah sudah berapa kali Ajeng menghembuskan nafasnya..
“Nona Ajeng maaf menganggu,kita akan memulai operasinya sebentar lagi” ujar suster yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Ajeng..
“Operasi apa Sus?”
“Operasi mata,nona Ajeng kan mengidap kanker mata. Beruntung hari ini ada yang mendonorkan matanya untuk nona Ajeng”
“Siapa pendonornya? Kenapa aku baru tahu sekarang kalau aku punya kanker mata..”
“Memang teman nona bernama Radit itu tidak memberitahu nona?”
“Enggak,dia cuma bilang kalau bagian selaput mata saya ada yang robek”
“Mungkin temannya tidak mau melihat nona Ajeng stress”
Ajeng hanya terdiam dengan pikiran yang melebur menjadi berbagai bagian yang mempunyai pertanyaan masing-masing disetiap pikirannya. Entah ia harus bereaksi seperti apa,karena kini pun ia sama sekali tidak bisa mentetralisirkan keadaannya sendiri. Semua pemikirannya begitu abstrak untuknya.



**



Operasi donor mata Radit berjalan dengan baik tetapi tidak dengan keadaan tubuhnya,semuanya justru semakin parah. Menarik nafas pun harus merasakan nyeri yang mendalam dulu baru bisa menikmati oksigennya dengan leluasa dan kini Radit hanya bisa pasrah dan tetap berserah pada Tuhan yang Maha Esa..
“Ma,kalau di jam dua belas nanti Radit udah pergi mama tolong berikan surat ini buat Ajeng ya ma. Ini juga ada sekotak coklat sama bunga mawar yang baru Radit beli kemarin nanti tolong kasihin Ajeng juga”
“Radit sayang mama...” sambung Radit,kemudian didetik berikutnya hanya gelap yang Radit rasakan. Kegelapan itu membawa Radit pergi naik ke atas,ke tempat yang lebih baik dari pada dunia yang fana itu..
Ibunda Radit pun hanya bisa menangis dalam diam,meratapi anaknya pergi dengan rasa penuh haru. Yang beliau tahu hanyalah ia harus bisa ikhlas..



**


Ajeng baru tersadar dari obat bius yang diberikan para dokter selama berjalannya operasi. Dan kini ia sedang menunggu detik-detik menuju hari ulang tahunnya,berharap di detik-detik pergantian umurnya Radit datang tapi entah mengapa ada perasaan yang mengganjal di Ajeng tentang Radit dan perasaan itu semakin membuat Ajeng kebingungan..
“Nona Ajeng siap perbannya mau dibuka?”
“Siap Dok”
“Baik,tunggu sebentar” dokter itu membuka perbannya dengan perlahan sehingga kini mata Ajeng bebas dari segala perban. Ajeng membuka perbannya dan mengerjapkannya beberapa kali sehingga matanya bisa fokus pada satu objek..
“Tante?” ujar Ajeng,saat matanya baru dibuka. Ibundanya Radit kini bediri dihadapan Ajeng,untuk memberikan surat yang sudah dititipkan oleh Radit sebelumnya..
“Tante senang kamu sembuh,Jeng. Selamat ulang tahun ya,tante kesini cuma ingin memberikan ini” ucapnya,kemudian memeluk tubuh Ajeng erat dan mengecup kedua pipinya..
“Tante ini apa,tante gausah repot-repot lakuin ini. Radit mana tante?”
“Ini semua titipan Radit,dia minta maaf karena gabisa temenin kamu saat ulang tahun. Tante harus pergi,karena masih ada urusan. Sampai jumpa” dengan begitu ibundanya Radit pergi dari hadapan Ajeng..
Ajeng membuka kotak yang diberikan oleh ibunya Radit,dan didalam kotak itu terdapat satu tangkai mawar putih kesukaan Ajeng dan coklat favorite Ajeng dan juga terdapat selembar surat. Tanpa berpikir panjang,Ajeng langsung membaca surat itu..
Buliran mutiara itu kini pecah menjadi sebuah tangisan,Ajeng memberontak dan melempar segala barang yang ada didalam ruangan itu. Ajeng merasa ia memang tidak pantas bahagia,disaat ia baru dihadapkan dengan kebahagiaan pasti ada hal lain yang menghancurkan kebahagiaan itu. Dalam hitungan menit Ajeng terduduk dalam diam dilantai dengan keadaan air mata yang terus mengalir,kalimat yang ditulis oleh Radit terus berputar di memori otaknya..



**


Tiga tahun kemudian...


Ajeng pergi ke makam dimana Radit ditempatkan,setelah kepergian Radit tiga tahun yang lalu baru saat ini Ajeng memberanikan dirinya untuk melihat pemakaman Radit. Ia bukannya lupa akan Radit,hanya saja Ajeng baru menyanggupi dirinya untuk pergi ke tempat Radit di istirahatkan..
“Dit entah gue harus bilang apa tapi satu yang gue bisa bilang,makasih banyak buat semuanya. Berkat surat itu gue bisa melihat dunia ini dengan baik,dan gue udah gapernah memandang hidup gue sebelah mata lagi. Dan asal lo tau,mawar putih yang lo kasih buat gue di valentine waktu itu,masih gue rawat sampai saat ini. Maaf kalau gue baru bisa dateng kesini sekarang,karena lo tahu buat melewati semua beban ini nggak mudah. Dan gue juga sayang lo Radit..” ujar Ajeng seraya menabur bunga. Air mata itu pun menetes lagi..



**


Kehidupan layaknya kita sedang berenang disatu lautan yang luas dan ada berbagai gelombang dan badai masalah yang datang pada kita. Dan kita sebagai manusia hanya punya dua pilihan tetap berenang dalam lautan kehidupan itu atau berhenti berenang dan tenggelam. Tapi disaat memilih antara kedua pilihan tersebut,kita masih ada satu alasan kenapa kita harus tetap berenang alasannya adalah kita masih mempunyai satu titik tujuan yang harus kita capai di hidup kita. Jangan biarkan penyesalan yang mendeskripsikan cerita akhir hidup kita..


Forgive the past,smiling to this day,and designing the future with a sense of grateful and stay strong..
   






-THE END-








Sabtu, 04 Agustus 2012

Gadis Dibawah Hujan



            Entah sudah berapa kali Viona berlari untuk menghindar dari para suster yang terus memaksanya meminum obat yang membuat Viona ingat akan penyakitnya,yang mungkin sebentar lagi akan membuat hidupnya berakhir. Viona hanya terus berlari dan berlari sampai pada akhirnya Viona keluar dari gedung rumah sakit yang cukup terkenal di kota itu.  Viona tidak mempunyai arah untuk kemana ia pergi,Viona hanya mengikuti kemana kakinya ingin melangkah. Disaat yang bersamaan ada klakson yang kencang dan membuat Viona terenyak sadar akan lamunannya..
            Viona terus berjalan kemudian menyebrang saat mendapati lampu lalu lintas sedang merah. Ia tidak sadar sebenarnya didalam mobil ada seorang pria sedang meneliti gerak-gerik Viona,tanpa disadari lelaki itu tersenyum entah karena apa..


**


Langit tampak mendung dan tentu saja membuat Viona tersenyum puas,sudah bisa ditebak dalam pikirannya bahwa ia sangat senang dan tidak salah ia kabur dari rumah sakit karena cuaca sedang berpihak dengannya,ini terbukti karena sudah lama sekali ia tidak merasakan hujan..
“untung aku kabur dari rumah sakit” gumamnya dengan nada puas.
“Memang kau lagi sakit?” kemudian lelaki itu bertanya secara tiba-tiba,ia yang sedang duduk ditaman pun sedikit terperanggah dengan keberadaan pria itu..
“Ini mau hujan kenapa kamu malah senang?” tanya pria itu lagi. Ia hanya menatap lelaki itu sebentar kemudian mengedarkan pandangannya lagi dan tingkah laku Viona membuat pria itu tersenyum..
“Aku suka hujan makanya aku berada disini”
“unik” Ia pun menolehkan kepalanya kepada pria itu,dan disaat yang bersamaan mata mereka saling bertemu. Matanya indah warnanya bagus,hanya itu yang mampu Viona ucapkan..
“Matamu bagus” ujar lelaki itu. Coklat tua memberi kesan hangat akan setiap tatapan yang ia edarkan,batin pria itu..
“Sepertinya aku harus pergi,bisakah kita bertemu dilain waktu?” kemudian tanya pria itu setelah beberapa menit dilanda oleh keheningan..
“Mungkin bisa tapi lihat nanti bagaimana takdir ini berpihak pada hidupku” pria itu hanya mengerutkan keningnya menandakan ia bingung dengan jawaban Viona.
“Siapa namamu?” Viona pun memilih pergi untuk merasakan setiap rintikkan hujan yang semakin deras tanpa menggubris sama sekali pertanyaan pria itu..
“Benar-benar unik” gumam Michael,pria itu..


**


            Beberapa minggu setelah pertemuan itu,Viona sudah tidak pernah berada diluar gedung rumah sakit lagi dikarenakan kondisinya semakin menurun akhirnya ia pun dijaga ketat oleh para suster. Entah sudah berapa kali ia menghembuskan nafas yang menandakan dia sudah sangat bosan dalam ruangan ini,ia menjalankan kursi rodanya kearah balcon kamarnya. Kota ini baru saja diguyur deras oleh hujan lalu disambut dengan hadirnya pelangi,gadis itu berdecak kagum rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat pelangi tapi kemudian gerimis datang menghampiri lagi,Viona mengulurkan tangannya untuk merasakan setiap tetesan hujan yang turun..
“Apakah besok aku masih bisa merasakan setiap tetesan hujan,apakah besok aku masih bisa melihat pelangi,apakah besok..”
“Apakah besok Viona ingin pergi ke taman?” ujar seorang suster yang sudah akrab betul dengan Viona..
“Suster yakin mengizinkanku pergi ke taman?”
“Aku akan menemanimu,tadi saat suster sedang keluar untuk membeli makanan suster bertemu dengan seorang pria yang menanyakanmu. Namanya Michael,kamu kenal?”
“Michael.. aku tidak mengenalnya”
“Pria yang yang bertemu denganmu ditaman saat kamu kabur minggu lalu,apa kamu lupa?”
“Oh pria misterius itu”
“Dia menanyakanmu,jadi suster memutuskan untuk mengajakmu ke taman besok. sepertinya kasihan ia setiap hari menunggumu di taman itu”
“Pria aneh” gumam Viona.


**


            Mentari telah menjulang tinggi dari arah Timur untuk kembali menyinarkan dunia,burung-burung berkicau seakan siap untuk menyambut hari baru. Suster Anita pun sudah rapih dengan seragamnya dan siap untuk mengantarkanku ke taman yang sudah satu minggu lamanya tidak Viona kunjungi..
“Hey” sapanya pria itu saat aku dan suster Anita telah tiba ditaman.
“Jadi kamu yang bernama Michael?”
“Ya aku Michael,dan kamu Viona. pasien dari suster Anita” balasnya seraya tersenyum. Disaat itu juga Michael menunjukkan kedua lesung pipinya..
“Senang bisa mengenalmu,Michael pria misterius”
“Tentu,aku juga bisa mengenalmu Viona perempuan unik”
“Viona suster akan meninggalkanmu dan aku akan menitipkanmu pada Michael. Michael jaga dia baik-baik,kalau terjadi apa-apa hampiri saya”
“Baik suster” suster Anita pun berlaju pergi.
“kamu sakit apa?” kemudian tanya Michael seraya mendorong kursi rodaku pelan.
“Suster Anita bilang kalau kamu setiap hari berada ditaman ini,untuk apa?”
“Jangan mengalihkan pembicaraan,katakan saja padaku”
“Sudah banyak orang yang menanyakan penyakitku setelah mereka tahu penyakitku,mereka seakan berubah menjadi seorang dokter dan satpam. Mereka selalu menjagaku ketat dan selalu menyuruhku istirahat,rasanya aku begitu lemah dimata mereka”
“Mereka seperti itu karena mereka care,tapi aku akan perhatian dengan caraku sendiri. Aku akan memperlakukanmu seperti perempuan biasanya,aku tahu apa yang kamu inginkan”
“Aku sakit kanker darah”
“Well itu hanya penyakit,tidak perlu dipikirkan. Hidup ini terlalu indah untuk diabaikan,lebih baik menikmati apa yang didepan mata biarkan hidup ini mengalir seperti air dan membawamu kemanapun sesuai kehendak Sang Pencipta” Viona menyerap setiap untaian kata yang dikeluarkan oleh Michael. Sederhana namun kena dihati..


**


Hidup seperti air yang segar,mengalir sesuka hati dari Sang Pencipta dan sangat amat disayangkan untuk tidak dicicipi kesegarannya begitu pun juga dengan hidup biarkan ia mengalir sesuai dengan tujuan Sang Pencipta dan hidup ini terlalu indah untuk tidak dinikmati. Jadi Viona memilih untuk melupakan masalahnya sejenak dan menikmati apa yang ada didepan matanya..
            Hari demi hari Viona lewati bersama dengan Michael,kini Viona dan Michael bersahabat. Rasanya sedikit aneh baru bertemu beberapa kali kini sudah menjalin suatu ikatan persahabatan yang tentu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk saling mengenal dan mempercayai satu sama lain..
“Hidupmu begitu sempurna” ujar Viona kepada Michael.
“Hidup manusia tidak ada yang sempurna”
“Hidupmu terlalu indah”
“Hidupku tidak seindah apa yang ada dibenakmu,aku kerap kali pergi dari rumah karena dirumahku sendiri aku tidak bisa mendapati kenyamanan layaknya keluarga lain,jangan melihat kesempurnaan hanya dari cover seseorang padahal kita tidak pernah tahu bagaimana sesungguhnya orang itu didalamnya,mungkin ia hancur dan sedang membutuhkan sebuah semangat dan harapan baru. Dan kesempurnaan covernya itu hanya nilai lebih untuk menutupi semua yang sedang ia rasakan”
“Makanya sering kali aku berkata nikmati apa yang ada didepan mata,karena hidup ini terlalu indah untuk diabaikan begitu saja. Dan aku cukup bersyukur karena masalah yang sering kali menghampiriku membuatku belajar banyak tentang kehidupan sesungguhnya” sambungnya lagi.
“Aku bersyukur bisa mengenalmu” gumam Viona.
“Lalu mengapa kamu sangat menyukai hujan?”
 “Hujan seperti sahabatku,ia tidak bisa berbicara dan duduk disampingku namun ia bisa menghapus air mataku dengan air segarnya dan aroma hujan itu membuatku merasakan suatu kenyamanan yang tak bisa diungkapkan,dan disaat aku membutuhkan sebuah kesegaran dalam masalahku hanya hujanlah yang bisa mengangkat semua kesesakan yang ku rasakan,meskipun hanya bersifat sementara”
“Aku tidak pernah merasakan itu” ujar Michael.
“karena kamu tidak pernah mencoba dan menyerapi setiap arti tetesan itu”
“Mau membantuku untuk mencoba tetesan itu?” tanyanya kemudian.
“Tentu”


**


            Setiap tetesan yang turun dari selang infuse itu membuat Viona merasakan perih yang mendalam,seakan nyawanya sedang berada diujung tanduk dan setiap tetesan itu membuat Viona merasa bahwa hidupnya tinggal sebentar lagi..
“Suster…” panggilnya dengan lirih.
“Ada apa Viona?”
“Tolong antarkan aku ke taman,aku punya janji dengan Michael hari ini”
“Tapi kamu lagi..”
“Anggap ini permintaan terakhirku,aku janji lain kali aku tidak akan meminta macam-macam lagi” ujar Viona memotong jawaban dari suster Anita..
“Baiklah,hanya untuk kali ini”


**


            Langit nampak mendung,angin berhembus kian kencang. Viona dan Michael hanya duduk dalam diam yang tidak bergeming sama sekali,membiarkan setiap hembusan angin merasuki tubuh mereka. Membiarkan angin ini membawa perasaan dan pikiran yang kian tak menentu,seakan menyerahkan hidup ini seutuhnya kepada Sang Pencipta..
“Bagaimana kalau ini adalah pertemuan terakhir kita?” ujarku.
“Mungkin aku akan menjadi laki-laki yang paling bahagia karena dapat mengenal wanita unik,cantik,dan tegar sepertimu. Meskipun diakhir cerita kamu akan meninggalkanku tapi aku percaya disaat kamu tenang diatas sana,aku akan tetap bisa melihatmu”
“Bagaimana kamu begitu yakin masih bisa melihatku disaat aku telah pergi?”
“Tali persahabatan yang kuat tidak akan pernah bisa putus bagaimana pun keadaannya,dan disaat aku menjalin ikatan persahabatan denganmu aku seperti mendapat mata kedua yang berguna untuk melihatmu lebih dalam dan jauh lagi”
“Entah mengapa aku bangga bisa mengenalmu,setiap untaian kata yang keluar dari mulutmu begitu sempurna”
“Dulu tempat ini adalah tempat favoritku bersama bundaku saat sebelum ia pergi meninggalkanku untuk selamanya. Kami selalu pergi kesini disaat sedang mendung ingin hujan,aku dan ibundaku juga senang melihat pelangi sehabis hujan dari bukit ini dan hanya ditempat ini aku bisa melihatnya itu pun juga dalam keadaan hujan” sambung Viona.
“Wah gerimis!” ucap Michael dengan semangat. Viona melangkahkan kakinya sampai tepat berada dipinggir bukit yang lumayan tinggi ini dan merentangkan kedua tangannya membiarkan hujan yang semakin deras ini membasahi tubuhnya..
“Sekarang tutup matamu,rentangkan kedua tanganmu,tarik nafasmu dalam-dalam,hilangkan semua pikiran yang sedang melekat diotakmu dan tersenyumlah” ujar Viona seraya memberi pelajaran sedikit kepada Michael.
“Aku merasakan sebuah ketenangan yang tak bisa digambarkan dan aromanya membuat hatiku sejuk” balasnya. Viona hanya terkekeh pelan..
            Selama hujan Viona dan Michael berlari-larian diatas bukit ini layaknya seperti anak kecil. Disaat yang bersamaan Viona merasakan pusing yang luar biasa,tubuhnya melemas,dan disaat itu juga hujan berhenti. Viona duduk direrumputan yang basah itu seraya membersihkan hidungnya yang berlumuran darah dan mencoba untuk memfokuskan pandangannya yang mulai kabur..
“Viona kita harus balik ke rumah sakit! wajahmu semakin pucat”
“Tidak perlu,kamu yang bilang sendiri nikmati saja apa yang ada didepan mata dan kini aku mau menikmatinya. Aku tahu,waktuku akan tiba jadi lebih baik kamu ikut duduk disampingku sambil menunggu pelangi datang” Michael menyerah akhirnya ia ikut duduk disebelah Viona seraya merangkulnya,Viona pun mengistirahatkan kepalanya yang semakin sakit dipundak Michael..
“Apa kamu ingin berjanji padaku?” tanya Viona.
“Berjanji apa?”
“Tidak akan melupakan sahabatmu yang paling lemah ini”
“Bagaimana aku bisa melupakanmu bahwa kamu sendiri selalu memberi kenangan disetiap pertemuan kita,aku sudah pasti akan berjanji. Apakah kamu mau berjanji juga?”
“Berjanji apa?”
“Jika aku sedang mengunjungi bukit ini,kamu akan datang menghampiriku disaat kamu sudah pergi nanti”
“Aku pasti lakukan itu untukmu,dan kamu tahu apa? saat aku mengenalmu,aku juga seperti mendapat mata kedua untuk bisa melihatmu lebih jauh lagi dan lebih dalam”
“Aku menyayangimu,Viona”
“Aku juga menyayangimu Michael” Dimenit berikutnya Viona telah pergi untuk selamanya. Bukit dan pelangi itulah yang menjadi saksi bisu untuk menyaksikan eratnya tali persahabatan dua insan yang kini sudah berbeda alam..
“Tuhan terima kasih karena telah memberikanku kesempatan untuk bisa mengenal Viona” gumam Michael seraya menjatuhkan air mata..
Michael meletakkan kepalanya diatas kepala Viona yang masih berada dipundaknya dan menatap keindahan pelangi dari atas bukit ini..


**


            Genap dua tahun kepergian Viona,Michael masih sering mengunjungi bukit itu dan Michael datang disetiap hujan dan Viona menepati janjinya,ia sering muncul dihadapan Michael. Mereka tetap berbagi cerita layaknya sahabat yang tak pernah terpisahkan meskipun mereka sudah berbeda alam..


**


            Persahabatan layaknya tali dari kedua sisi ditarik sama kencang dan menghasilkan kekuatan,begitu juga dengan sahabat ditarik oleh dua manusia yang menghasilkan kesetiaan dan perjalinan yang erat jika antara mereka ada yang mengendorkan salah satu sisi itu disaat itulah keeratan sahabat mulai renggang..






-THE END-


AAAAAA!! Ini cerpen gue,oke gue nangis waktu baca ini padahal gue yang bikin._. gue gatau bagus atau enggak,tapi gue seneng banget sama cerita yang ini wakakaka :| Maaf kalau jelek yaaa,gue baru belajar bikin cerpen :")